View allAll Photos Tagged aceh
A modified motorcycle which is added a passenger seat in the left side so it's become a three wheels vehicle. It's an old public transportation called 'Becak' or 'RBT' in Aceh or may be in other part of Sumatra provinces and could be found mostly in Southeast Asia region countries.
That day i was going to leave Banda Aceh and heading to East Aceh to my father homeland. I took a shot of this RBT while was having a morning coffee break at Banda Aceh new bus terminal.
Day 05
Banda Aceh Bus Terminal
Aceh Indonesia
Canon AE-1 50mm F1.8sc
Kodak Colorplus 200
Phylum: Chordata
Class: Mammalia
Order: Primates
Family: Hominidae
Subfamily: Ponginae
Genus: Pongo Lacépède, 1799
Pongo abelii LESSON, 1827 (Sumatran orangutan)
Indonesia, N-Sumatra, Aceh: Mt. Leuser NP (E-slope of Mt. Kemiri), ca. 1400-1500m asl., 15.04.2009
IMG_4624
Aceh, Indonesia -- Shores of Banda unseen in this satellite photo after the tsunami last December. More before and after images on the source's website.(DigitalGlobe.com)
AKU BUKANLAH WALI SONGO ATAU WALI BAND
TAPI AKU HANYALAH SEORANG "WALI NANGGROE"
YANG TAK BISA BACA AL-QURAN
The canoe workshop, a project supported by ILO in the Meunasah Tuha community near Banda Aceh
Country : Indonesia
THIERRY FALISE
Copyright : Falise T. / ILO
AirServ ran internet cafes next to the HIC in Banda Aceh and Meulaboh. Useful and cost effective for the many smaller organisations who were not lugging VSATs around. However as they were a public good when the funding ran out no organisations wanted to chip in to keep them going. Also functionned as a "water cooler" chat and get in touch. Although this function could be much improved by designing the area to be more suited to talking face to face and not only face to computer.
Siswi-siswi dari sekolah menengah Jakarta ini dengan semangatnya berusaha mementaskan tarian saman Aceh.
economy.okezone.com/read/2013/02/03/20/755960/kebanyakan-...
Keuangan Provinsi Aceh terancam bangkrut jika terus mengandalkan dana otonomi khusus (otsus). Kondisi ini pantas dikhawatirkan mengingat Pemprov Aceh belum mampu mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD), sementara dana otsus melimpah.
“Kondisi keuangan Aceh ke depan sepertinya akan semakin kritis, jika pengelolaannya tidak tepat,” kata Hafidh, Koordinator Bidang Advokasi Kebijakan Publik Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) di Banda Aceh, Minggu (3/2/2013).
Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Aceh (APBA) 2013 yang baru disahkan dua hari lalu sebesar Rp11,785 trilyun, pendapatan Aceh yang ditetapkan hanya Rp10,1 triliun. Artinya mengalami defisit sebesar Rp1,6 triliun.
“Semakin bertambahnya dana otsus yang dikucurkan Pemerintah Pusat belum juga memberikan dampak yang signifikan untuk pertumbuhan sektor ekonomi masyarakat yang dapat mendongkrak Pendapatan Asli Aceh atau biasa disebut dengan PAD,” ujarnya.
PAD Aceh selama ini dinilai stagnan. Dalam APBA 2012 lalu pendapatan asli Aceh senilai Rp804.284.999.424 dan tahun ini juga ditargetkan dengan nilai yang sama yakni Rp. 804.284.999.424. “Artinya target PAD Aceh tidak meningkat sama sekali. Dengan kata lain keuangan Aceh sangat bergantung dari Pemerintah Pusat,” tukas Hafidh.
Realita ini diperparah lagi dengan besarnya alokasi dana untuk belanja pegawai di Pemerintah Aceh. Untuk belanja pegawai provinsi, Pemprov Aceh harus mengeluarkan dana sebesar Rp1.621.713.371.097.
Rinciannya belanja pegawai di pos belanja tidak langsung Rp974.266.672.009 dan di pos belanja langsung sebesar Rp647.446.699.088. Sementara Dana Alokasi Umum Aceh hanya sebesar Rp1.092.445.518.000.
“Artinya terdapat kekurangan anggaran sebesar Rp529.267.853.097, untuk menutupi belanja pegawai. Jika kekurangan sebesar Rp529 miliar ini diambil dari PAD, maka 65,81 persen PAD akan habis membiayai belanja PNS di jajaran Pemerintah Aceh. Jika tidak segera diantisipasi, Aceh akan bangkrut jika tanpa dana otsus,” jelas Hafidh.
MaTA juga mempertanyakan alokasi belanja pegawai di pos belanja tak langsung yang meningkat dari 2012. Sementara 2012 diberlakukannya moratorium PNS. “Dengan adanya PNS yang pensiun dan tidak ada penambahan pegawai, alokasi belanja pegawai negeri seharusnya berkurang,” sebut dia.
Menurutnya, jumlah PNS di jajaran Pemprov Aceh pada 2012 sebanyak 9.010 orang dan pada 2013 jumlahnya menjadi 8.990 orang. Ironinya, alokasi belanja pegawai pada pos belanja tidak langsung 2013 malah bertambah.
“Pada 2012 alokasi belanja pegawai pada pos belanja tidak langsung sebesar Rp888.419.643.309. Sementara pada 2013 bertambah menjadi Rp974.266.672.009. Artinya, Belanja Pegawai pada Pos belanja tidak langsung 2013 meningkat sebesar Rp85,8 milyar atau sebesar 8,81 persen,” tutur Hafidh.
Di sisi lain, alokasi dana Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong (BKPG), program yang menyentuh pembangunan masyarakat pedesaan secara langsung, malah berkurang dari 2012. Di 2012, alokasi dana BKPG sebesar Rp69 juta per desa, sementara tahun ini malah berkurang menjadi Rp50 juta per desa.
“Kondisi ini berbanding terbalik dengan belanja pegawai yang semakin meningkat, sementara alokasi untuk pembangunan di tingkat gampong yang seharusnya dapat memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat malah berkurang,” kata Hafidh.
Aceh, Indonesia -- Shores of Banda in this satellite photo before the tsunami last December. More before and after images on the source's website.(DigitalGlobe.com)
Illiza, Wakil Walikota Banda Aceh kunjungan kerja ttg pemerintahan kota di Pittsburgh USA.
BANDA ACEH - Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza Sa‘aduddin Djamal kembali meraih penghargaan. Kali ini, ia dianugerahi Gender Award. Penghargaan itu diberikan Menteri Kerja sama Pembangunan Jerman, Mrs Heidemarie Wieczorek Zeul. Penganugerahan dilakukan pada 8 Maret 2008, bertepatan Hari Perempuan Sedunia (The International Women‘s Day), di Markas Besar GTZ, Kota Eschborn Jerman.
Heidemarie mengatakan, penghargaan itu diberikan karena komitmen dandedikasi Illiza yang tinggi menjadikan Banda Aceh menjadi kota ramah gender. GTZ membuat kompetisi meliputi semua proyek GTZ di seluruh dunia, dengan mengajukan proposal best practice (penerapan terbaik) tentang gender.
Penghargaan itu dianugerahi karena kegiatan-kegiatan gender seperti Musrena (Woman Action Planning) 2007. Hasil dari Musrena terbentuk Women Development Center, yaitu sebuah lembaga yang diselenggarakan perempuan untuk perempuan.
“Sebagian usulan dari musyawarah perempuan ini telah dianggarkan pemerintah kota. Untuk tahun ini, enam persen dari anggaran kota dimanfaatkan untuk program-program gender,” sebutnya.
Sebelumnya, anggaran untuk perempuan hanya 0,11 persen dari anggaran pemerintah kota.
Selain itu, terbentuk pula Forum Komunikasi Perempuan yang peduli tentang kampung bersih dan sehat. Illiza berharap, dengan penganugerahan Gender Award ini ke depan perhatian pemerintah Jerman benar-benar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan perempuan, anak, dan seluruh komponen masyarakat.
“Artinya, kepentingan laki-laki dan semua kepentingan masyarakat bisa terpenuhi, tidak hanya perempuan,” harapnya. Ia juga akan terus mengusahakan kebijakan-kebijakan dari pemerintah, agar lebih berpihak kepada perempuan.(ami)
Sources: Serambinews.com (March 2008)
These are the pictures just after the great tsunami in Aceh, Sumatera, Indoensia. I was there on my own accord to help the tsunami victims of Aceh without the help from the USM management. Many of the victims were family members of my Indonesian students who were studying at Universiti Sains Malaysia, Penang. We took about 800 tons of food, blankets, water, medicine, cloths, praying materials etc. All the aid were collected and stored at the Swettenham Port, Penang, then taken by boat to Medan. Some were airlifted by RMAF in Medan and some transported by trucks which we hired. Thanks to the Pantai Puteri Hospital of Penang, Shell Malaysia, UMNO Bayan Lepas Penang, USM student volunteers, USM Palapes, USM Alumni in Medan and Aceh and Mr. Yusof, The Consulate General of Malaysia in Medan.
Taman Sari Gunongan | A garden built by Iskandar Muda for his beloved wife, for Princess of Pahang (17th Century)
BANDA ACEH, KOMPAS.com — Sepanjang 2012 terdapat 80 kasus korupsi yang terungkap di Provinsi Aceh yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 275,4 miliar. Dari puluhan kasus korupsi tersebut, 159 orang ditetapkan sebagai terdakwa dan tersangka.
Demikian hasil monitoring yang dilakukan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) setahun terakhir yang disampaikan dalam acara diskusi memperingati Hari Antikorupsi 2012 di Banda Aceh, Minggu (9/12/2012).
Data tersebut diperoleh MaTA dari dokumen yang dikeluarkan kejaksaan, kepolisian, hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta hasil pemberitaan media massa.
Koordinator Badan Pekerja MaTA Alfian mengungkapkan, dari Rp 275,4 miliar kerugian negara tersebut, sebanyak Rp 230,2 miliar atau 83,59 persen terjadi pada sektor keuangan daerah. Sektor lain yang tergolong banyak dikorupsi adalah infrastruktur (4,2 persen) dan kesehatan (4,1 persen).
"Kerugian negara kemungkinan besar lebih besar dari Rp 275,4 miliar itu karena masih terdapat 17 kasus lain yang belum diperoleh angka kerugian negaranya," kata Alfian.
Jumlah tersangka kemungkinan juga lebih besar dari yang diketahui saat ini. Pasalnya, jumlah tersebut belum termasuk 13 kasus korupsi yang belum ditetapkan tersangkanya.
Selain itu juga terdapat lima tersangka yang kini dalam status pencarian, dan satu terdakwa telah meninggal dunia. Eksekutif di pemerintah daerah dan universitas menjadi lembaga yang paling banyak melakukan korupsi. MaTA mencatat, eksekutif mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 259 miliar, sedangkan universitas sebesar Rp 5 miliar.
"Data-data ini menunjukkan Aceh sudah darurat korupsi," ucap Alfian. Sebelumnya, pada bulan September 2012, sebuah lembaga antikorupsi nasional menempatkan Aceh sebagai provinsi terkorup kedua di Indonesia.
Pakar hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Mawardi Ismail, mengatakan, Gubernur Aceh harus mampu memimpin pemberantasan korupsi di Aceh. Tak hanya itu, Gubernur Aceh yang baru ini juga harus menunjukkan diri sebagai teladan bagi upaya pemberantasan korupsi.
"Korupsi di Aceh sudah sangat meresahkan. Selain penindakan hukum, ke depan harus dimulai dengan pemahaman yang lebih baik kepada publik dan pejabat tentang apa itu korupsi. Pasalnya, banyak pejabat yang belum mengetahui pula bahwa gratifikasi saat ritual adat atau perkawinan adalah korupsi," kata Mawardi.
Sumber:http://regional.kompas.com/read/2012/12/09/20364540/Aceh.Darurat.Korupsi