View allAll Photos Tagged ADAT
Manto had composed his own epitaph about six months prior to his death that goes like:
"Here lies Sa'adat Hassan Manto and with him lie buried all the secrets and mysteries of the art of storytelling.
Under tons of earth he rests, still wondering who among the two is the greater story writer: God or he."
A strong dialogue suiting the characteristic cynical style with which Manto composed his short stories on the dynamics of the society we live in. For personal reasons, the family replaced the gravestone, with the one pictured above. The present inscription, derived from Ghalib's couplet, is still crafted with some cynicism with the repetition of the word grave. The gravestone reads:
My Gravestone
This epitaph belongs to the grave of
Sa'adat Hasan Manto's grave
who still believes that his name
was not just another inscription on the tablet of life
Born May 11, 1912 : Died Jan 18, 1955
Buried in Miani Sahab Graveyard, Lahore, Manto still inspires the spirit of realism, innovation and struggle in Urdu Literature.
sebuah rumah mewah bergaya minimalis modern milik ibu fenti di taman kota jakarta barat di desain dan di bangun oleh kami di PT.Magart Kontruksitama, More info:
www.pro-bangunan.com atau 021-73888872
seorang biro arsitek rumah mungil membuat bergaya minimalis modern milik ibu fenti di taman kota jakarta barat di desain dan di bangun oleh kami di PT.Magart Kontruksitama, More info:
www.pro-bangunan.com atau 021-73888872
Prosesi Sungkeman.
Sembah Sujud Sungkem Pengantin Wanita Kepada Orang Tua Sebelum Prosesi Siraman dalam Pernikahan Jawa Dyah+Safi Wedding di Purworejo Jawa Tengah Indonesia
Wedding Photo by Poetrafoto Photography, Fotografer Pernikahan, Indonesian Wedding Photographer based in Jogja Yogyakarta Indonesia
*visit our Web on Foto-Foto Pengantin Pernikahan Adat Jawa Yogyakarta
*check our Wedding Blog on Wedding Photographer Indonesia Blog
*like our FB page on Indonesian Wedding Photographer FB Page
*follow our Pinterest on Wedding Photographer Indonesia Pinterest
*subscribe our Youtube on Wedding Photographer Indonesia Videos
*follow our twitter+instagram+line: @Poetrafoto
*HP+WhatsApp: 081229776789
sebuah rumah bangunan mungil bergaya minimalis modern milik ibu fenti di taman kota jakarta barat di desain dan di bangun oleh kami di PT.Magart Kontruksitama, More info:
www.pro-bangunan.com atau 021-73888872
sebuah jasa arsitek rumah mungil bergaya minimalis modern milik ibu fenti di taman kota jakarta barat di desain dan di bangun oleh kami di PT.Magart Kontruksitama, More info:
www.pro-bangunan.com atau 021-73888872
seorang arsitek rumah mungil bergaya minimalis modern milik ibu fenti di taman kota jakarta barat di desain dan di bangun oleh kami di PT.Magart Kontruksitama, More info:
www.pro-bangunan.com atau 021-73888872
Diperkampungan Ke'te kesu' di Sanggalangi Rantepao, Sulsel selama tujuh hari (16-22 Januari ) berlangsung upacara adat Toraja rambu tuka. Pesta suka cita pensucian rumah itu tiap hari memiliki ciri ritual tersendiri. Puncak upacara terjadi pada hari keenam, saat rombongan penyumbang membawa usungan hewan kurban upacara, disertai tarian dan nyanyian tradisional sejak pagi sampai sore hari, kemudian dilanjutkan pada malam harinya pesta pun berakhir setelah melewati malam terakhir yang sejuk dan khidmat
#Foto #Pengantin #Pernikahan #Perkawinan #Adat #Bugis #TraditionalWedding Aqsa+Lia #Wedding di #Pekanbaru #Riau #Indonesia
Wedding #Photo by @Poetrafoto #Photography, #Fotografer Pernikahan, #Indonesian Wedding #Photographer based in #Jogja #Yogyakarta
*visit our Wedding #Photos on Wedding Photographer Indonesia Website
*check our #WeddingBlog on Wedding Photographer Indonesia Blog
*like our FB page on Indonesian Wedding Photographer FB Page
*follow our Pinterest on Wedding Photographer Indonesia Pinterest
*subscribe our Youtube on Wedding Photographer Indonesia Videos
*follow our twitter+instagram+line: @Poetrafoto
*HP+WhatsApp: 081229776789
sebuah interior rumah mungil bergaya minimalis modern milik ibu fenti di taman kota jakarta barat di desain dan di bangun oleh kami di PT.Magart Kontruksitama, More info:
www.pro-bangunan.com atau 021-73888872
SERAT WEDHAPRADANGGA
HAKEKAT TITIK »
REREPEN PENGANTEN ADAT JAWA
REREPEN KIRAB KASATRIYAN
Untuk mengiringi kirab kasatriyan pada upacara penganten adat jawa, biasanya dikumandangan kidungan atau rerepan. Berikut ini salah satu rerepan dengan tembang sekar sinom.
Rerepan Kangge Nyarengi Kirab Kasatriyan
Sekar Sinom
Mijil kang pindha narendra,
den garubyuk para cethi,
mancorong ponang wadana,
pindha Komajaya Ratih,
rinengga-rengga peni,
gawok ngungun kang handulu,
sinung prabawa maya,
hangadhang mulya sejati,
jroning driya asung pamuji Hyang Suksma.
Pamujine mengku brata,
meminta sihing Hyang Widhi,
satindak lan tandukira,
mugyantuk berkahing Gusti,
uga muna lan muni,
tinebihna salah dudu,
tinuntun budi tama,
pantes tinulad para janmi,
pindha nata gya salin agem satriya.
Hageman satriya tama,
pinhane sang Gunungsari,
iku kang temanten priya,
kang putri lir ragil kuning,
prasetya trus nyawiji,
mrih lestari runtut-atut,
ngesti mengkoni putra,
tali tresna jaman mangkin,
dwi kang putra wus cukup rengganing karma.
Tindake sang sinatriya,
kairing puji hastuti,
wiraga mengku prabawa,
mrabawani kang mriksani,
hamemayu sesame,
mahambeg satriya tuhu,
yeku trah Pancasila,
ngudi mulya lahir batin,
tansah eling waspada bakti mring praja.
Widada manggih yuwana,
sari kang pindha Narpati,
rineksa pra wredha mudha,
sumunar lir Dewa-Dewi,
kongsi kaki lan nini,
paminta kapranan kalbu,
amrih bisa sembada,
ing akhir manggih Swarga di,
wiji mulya kinarya ngrengga Nagara.
Panjenenganipun para rawuh saha para lenggah, sampun handungkap prapteng unggyan ingkang tinuju, subamanggala gya sung sasmita mring sri temanten nulya kalenggahaken wonten sasana adi, sang suba manggala sumawana para kadang Wandawa binger jroning wardaya karana wus bangkit hangentasi karya mulya wangsul mring papanira sowang-sowang nedya lerem salira kanthi suka pari suka sumangga nun nuwun.
REREPEN JENGKARING SUBA MANGGALA
Rerepan Dhandhanggula
Kangge Nyarengi Jengkaring Suba Manggala
Hanyarkara sinanggit memanis,
hangrumpaka pahargyan prasaja,
dahat edi sanyatane,
sinten kang nembe mantu,
hamiwaha atmajaneki,
mahargya marang putra,
ingkang sampun dhaup,
bapak ………………………….
sekalian kang hanggung tulus marsudi,
budayaning priyangga.
Wus manunggal keblat hanyawiji,
amrih bisa lestari widada,
Sri penganten sakarone,
jinangkung ing Hyang Agung,
saniskara ingkang kaesthi,
sembada kang sinedya,
jumbuh kang ginayuh,
guyub rukun ing bebrayan,
runtut atut tumekaning kaki lan nini,
manggiha bagya mulya.
REREPEN UPACARA SUNGKEMAN
Pada acara sungkeman oleh kedua calon mempelai kepada orang tua, biasanya dialunkan rerepan atau kidungan dhandhanggula.
Rerepan Dhandhanggula
Kangge Nyarengi Upacara Sungkem
Rama ibu kang luhuring budi,
Ingkang hangukir jiwa lan raga,
Kang agung pangurbanane,
Paring pituduh luhur,
Rina wengi tansah hangesthi,
Mrih rahayuning putra,
Lulus kang ginayuh,
Sadaya ribet rubeda,
Linambaran kanthi sabarang penggalih,
Tuhu pantes sinembah.
Kadya sinendhal rasaning ati,
Panyungkeme kang putra sayuga,
Tumetes deres waspane,
Tan kanawa jroning kalbu,
Ngondhok-ondhok rasaning galih,
Alon ngandikanira,
Dhuh angger putraku,
Sun tampa panyungkemira,
Muga-muga antuk barkahing hyang Widi,
Nggonira jejodhohan.
Piwelingku aja nganti lali,
Anggonira mbangun bale wisma,
Runtut atut sakarone,
Adohna tukar padu,
Tansah eling sabarang ati,
Kuwat nampa panandhang,
Tan gampang amutung,
Dadiya tepa tuladha,
Uripira migunani mring sesame,
Hayu-hayu pinanggya.
Makna di Balik Tata Rias ( Paes ) Pengantin Tradisional Jawa
www.narendraswari.com/rias-pengantin-tradisional/
Indonesia memiliki keragaman budaya ( Adat Istiadat Warisan Leluhur ), salah satunya yang terus terjaga kelestariannya adalah Tata Rias Pengantin Tradisional Jawa ( dalam istilah Jawa di sebut Paes ).
Pernikahan tradisional dengan prosesi adat Jawa sering kita jumpai di berbagai event pernikahan kerabat teman dan handaitulan, prosesi pernikahan dengan adat istiadat Jawa juga banyak diminati oleh kalangan selebrities dan kalangan pejabat papan atas Indonesia di berbagai tayangan pernikahan Exclusive yang acap kali di tayangkan secara live di Televisi. Kita bias menikmati suguhan pernikahan klasik tradisional dengan sentuhan budaya khas tradisional Jawa, selain prosesi tata upacara adat yang menarik, apakah anda juga perhatikan khasanah khas budaya tradisional yang tidak kalah menarik, yakni hiasan unik pada riasan wajah pengantin putri serta tata busana tradisional yang dikenakan oleh kedua mempelai.
Hiasan unik pada rias ( paes ) pada wajah pengantin berbeda-beda, sesuai dengan tema upacara adat daerah yang digunakan dalam pesta pernikahan ( seperti Gaya Jogja / Yogyakarta, Solo atau Sunda ). Salah satu pesta pernikahan dengan tema upacara adat Jawa adalah pesta pernikahan dengan upacara adat jawa ( Paes Gaya Jogja dan Paes Solo ).
Dalam pegelaran pesta pernikahan tradisional dengan upacara adat jawa baik dengan upacara adat jawa jogja maupun upacara adat jawa solo, kita akan membahas hiasan-hiasan unik berupa lekukan-lekukan yang berwarna hitam di atas dahi pengantin wanita.
Anda mungkin akan mengira bahwa hiasan ( Paes ) yang berupa lekukan itu hanya hiasan biasa untuk keperluan seni semata. Tentu, lekukan-lekukan itu bukanlah hiasan biasa, karena di setiap lekukan tersebut mengandung makna atau filosofi yang berakar dari nilai nilai tata adat ( kebudayaan ) Jawa.
Lekukan pada dahi pengantin wanita tersebut dinamakan paes ( tat rias pengantin ), yang di gunakan hanya oleh pengantin wanita pada pegelaran prosesi pernikahan adat jawa ( Gaya Yogyakarta atau Solo ).
Paes berarti riasan pengantin adat jawa yang merupakan simbol dari kecantikan dan kedewasaan seorang wanita jawa. Riasan ( paes ) pengantin putrid adat Jawa memiliki beberapa lekukan yang memiliki makna tersendiri di setiap lekuknya.
Berikut adalah makna dari setiap lekuk riasan paes pengantin adat jawa:
1. Gajahan / Panunggul
Lekukan yang berada di tengah – tengah dahi yang di sebut gajahan/penunggul. Lekukan yang berbentuk seperti setengah bulatan ujung telur bebek ini bermakna harapan bahwa seorang wanita akan di tinggikan derajatnya dan akan di hormati.
2. Pengapit
Lekukan yang berada di samping kiri dan kanan penunggul yang di sebut pengapit. Lekukan ini merupakan lambang pendamping, agar rumah tangga yang di bangun dapat dijalani dengan lurus.
3. Penitis
Lekukan yang berada di sebelah kanan dan kiri pengapit yang di sebut penitis. Lekukan yang berbentuk seperti ujung telur ayam ini bermakna bahwa seorang wanita harus tepat dalam menentukan segala sesuatu dalam rumah tangga. Misalnya saja dalam mengatur keuangan rumah tangga, harus tepat agar pengeluaran tidak melebihi pendapatan.
4. Godheg
Lekukan yang memperindah cambang yang disebut godheg. Lekukan ini bermakna agar mempelai pria dan wanita dapat saling introspeksi diri dan tidak terburu-buru dalam memutuskan sesuatu.
5. Cithak
Untuk memperindah paes, dipasang hiasan pada tengah-tengah dahi yang disebut cithak. Hiasan yang berbentuk belah ketupat ini bermakna penutup agar terhindar dari perbuatan tercela yang dilakukan oleh orang lain.
Demikianlah makna dari riasan ( paes ) pada pengantin adat tradisional jawa. Semoga hasil rias tradisional Jawa yang menjadi warisan tradisi adiluhung ini terus terjaga kelestariannya, tidak tergusur oleh perkembangan jaman dan rias modern. Salah satu Tata Rias Pengantin Tradisional Jawa yang berperan aktif menjaga kelestarian Tata Rias Pengantin ( Paes ) Jawa adalah :
Narendraswari Rias Pengantin – di Jogja / Yogyakarta
CP. 0856 4333 0420 / 0811 255 608
Beralamat di Jl. Srandakan KM. 1 Jodog RT. 04 Pandak, Bantul Yogyakarta, Indonesia
Bekerjasama dengan :
FOTO & VIDEO PROSESI ADAT PERNIKAHAN KLASIK TRADISIONAL JAWA bersama UWASIS PHOTOGRAPHY dan CHAN ANDI PHOTO – Melayani Moment Pemotretan Pernikahan Adat Jawa di Seluruh Indonesia – CP : 0857 4359 8263 | 0852 0088 4609 ) www.weddingbookjogja.com
A WSP Aggressive Driving Apprehension Team (ADAT) trooper was responding with lights/siren to assist a trooper on a rolling domestic violence call. Notice the trooper had to overtake this motorcyclist on the left shoulder as the motorcyclist failed to move over for lights/sirens.
seorang arsitek berpengalaman membuat rumah mungil bergaya minimalis modern milik ibu fenti di taman kota jakarta barat di desain dan di bangun oleh kami di PT.Magart Kontruksitama, More info:
www.pro-bangunan.com atau 021-73888872
#Foto #Pengantin #Pernikahan #Adat #Jawa Ary+Anggi #Wedding di #Magelang #JawaTengah #Indonesia
Wedding #Photos by Poetrafoto #Photography, #Fotografer Pernikahan, #Indonesian Wedding #Photographer based in #Jogja #Yogyakarta
*visit our Wedding #Photograph on Wedding Photographer Indonesia Website
*check our #WeddingBlog on Wedding Photographer Indonesia Blog
*like our FB page on Indonesian Wedding Photographer FB Page
*follow our Pinterest on Wedding Photographer Indonesia Pinterest
*subscribe our Youtube on www.youtube.com/poetrafoto
*follow our twitter+instagram+line: @Poetrafoto
*HP+WhatsApp: 081229776789
Gambar ini diambil di Muzium Istana Jahar yang menggambarkan budaya dan adat istiadat perkahwinan diraja Kelantan pada suatu masa dahulu.
Common to Toraja of all religions is the cultural centrality of the tongkonan as ancestral homes. The homes are the focus of family identity and tradition, representing the descendants of a founding ancestor. Kis Jovak et al. (1988) describes the tongkonan as being not simply a house but symbolising a Torajan's microcosm.
As the focus of ancestral identity, it is through the tongkonan that Torajans consider themselves related to parents, grandparents and more distant relatives. Torajans belong to more than one house as they trace descent bilaterally - that is, through both the male and female line. Upon marriage, Toraja men customarily live in their wive's home. If divorced, possession of the house is granted to the wife, although the husband may be compensated by being given the rice barn which can be dismantled and reassembled. A tongkonan, however, is never removed, in part because of the large number of placentae buried on the east side of the house (east is associated with life).
The tongkonan is traditionally seen as the navel of the universe and a miniature cosmos; and in those some regions, it is the meeting place of the north-south and east-west axes. It faces north, to the “head of the sky” where Puang Matua resides. The alang, or rice granaries, across the yard, face south or the posterior, as this is the direction from which trouble and disease exit. In some regions, the house is entered via a door on the northern end of the east wall, and in others, at the western end of the north wall. A person, thus, walks towards the southwest or southeast as they enter. The tongkonan is vertically divided into three levels: the attic where the regalia and family heirlooms are kept; the living area; and the space under the floor where domesticated animals are kept. These compare with the upper world, the middle world, and the under world.
There are three types of tongkonan which are classified according to their function in society. A tongkonan layuk ('grand tongkonan') or tongkonan pesio' aluk ('aluk maker') is the original ancestral home in which the aluk of a particular adat territory were established. The Grand Tongkonan is the seat of a kinship grouping that traces its descent from a single founding couple. It is the house of the highest authority and it is used as the center of government. Tongkonan according to its literal translation, is the place 'to sit' and it is the traditional centre of governance. Customarily people would assemble to sit in a place of historical significance to discuss and resolve matters of communal import. This site would be the seat of residence of the most respected member of the community. This home would thus be developed into a grand building.
The second type is tongkonan pekamberan, or tongkonan pekaindoran which belongs to the family group members and offspring of the founder. It is their duty to carry out local traditions (known as adat). The last one is tongkonan batu, which belongs to the ordinary family members. Traditionally, only the nobility could afford to build large tongkonan and the elaborate ceremonies associated with them.
Ordinary residences, known as banua are smaller, less decorated homes versions of tongkonan, through which families’ descent would also be traced. Generally speaking their occupants would be families of lower social status, families that once constituted part of a greater family’s fiefdom. These homes may also be converted into tongkonan after several generations of the same line have lived in them and after suitable rites have been carried out, but due to prohibitive costs, this has traditionally been rare. The former exclusivity of the tongkonan is also diminishing as many Toraja commoners find employment in other parts of Indonesia and remit funds back to their families, enabling in some cases the construction of larger Tongkonan by commoners.
Aku mendekap ponsel kuno yang kubawa dari rumah, tak kupedulikan angin malam yang dingin membungkus tubuhku hingga menggigil. Sedih, terpukul, dan merasa bersalah. Semua menjadi satu. Ingin kumaki sendiri diri karena menjadi seorang ibu yang tega meninggalkan buah hati dalam kurun waktu bukan seminggu, sebulan, ataupun setahun.
“Sabar, Nduk. Nanti dia juga akan tahu dan mau bicara dengamu di telepon,” hibur Ibu di ujung sana.
Namaku Kinarsih. Aku adalah wanita yang memiiki satu putra dan tengah mengarungi lautan perjuangan di negeri orang. Awal kedatanganku ke Taiwan pada 2011 silam merupakan waktu terberat yang harus kulalui. Beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebuah negara yang belum pernah kukunjungi sebelumnya, meski di dalam mimpi. Banyak perbedaan yang harus kupelajari, mulai dari bahasa, adat istiadat, kebudayaan, hingga cara-cara kerja dan penerapan keseharian. Di awal kedatangan, aku pun melaksanakan ibadah secara sembunyi-sembunyi, karena belum berani terang-terangan meminta izin kepada majikan. Menunggu waktu tepat, untuk mengutarakan.
Hal terberat kedua adalah menahan rindu pada Dimas, buah hati yang kumiliki. Tujuh tahun lalu, menjelang perayaan ulang tahunnya yang kedua, putra semata wayang aku tinggalkan. Masih terngiang jelas, bagaimana dia menangis, saat ibu menggendongnya ke belakang, agar tak melihat kepergianku yang akan meninggalkannya pergi merantau.
“Maafkan mama, Nak. Mama bukanlah orang tua baik, yang bisa menemanimu bermain dan membacakan dongeng menjelang kau tertidur. Namun, mama akan menjadi lebih jahat, jika membiarkanmu tak memiliki masa depan, dan putus sekolah karena tak ada biaya.”
***
Aku berharap dapat mendengar suaranya memanggilku mama, meskipun kami berjauhan. Agar suara renyah itu, dapat mengobati bongkahan rindu yang kian hari kian menggunung. Membuat dadaku sesak, menahan tangis yang terisak, selalu tersimpan di palung hati yang terdalam. Sayangnya, acapkali kutelepon Dimas selalu diam. Dahulu, aku hanya memiliki ponsel kuno tanpa kamera dan akses internet yang dapat berselancar di dunia maya. Tidak seperti sekarang, sekatan jarak dan waktu, tak mengurangi kedekatan, berkat kemajuan teknologi. Mendengar suara ibu dan bapak merupakan kekuatan tersendiri bagiku dalam berjuang di negeri orang.
Masih hangat di dalam ingatan. Bagaimana sibuknya aku menjadi seorang mama sekaligus papa bagi Dimas. Pasca perceraian rumah tangga kami, aku memilih pisah dari orang tua. Menyewa ruko dan membuka usaha bengkel, sembari berjualan sembako. Adik dan keponakanku yang menjadi montir reparasi motor. Aku sengaja menyingkir, karena tak ingin membebani bapak dan ibu yang telah luka karena kegagalan rumah tanggaku. Sejak awal, beliau tak menyetujui pernikahan ini. Namun atas nama cinta, aku memohon agas restu tetap kudapatkan. Meskipun akhirnya, prahara rumah tangga tak terelakan. Dua tahun kulalui hidup mandiri dengan penuh ketegaran, setelah akhirnya aku memutuskan meninggalkan kampung halaman. Mengobati luka yang menganga, sekaligus mempersiapkan masa depan Dimas agar jauh lebih baik. Taiwan adalah tujuanku.
***
Gerimis turun membasuh bumi, membuat cuaca dingin kian mencekat. Kesiur angin malam kian membuat hening suasana. Waktu berlalu menggerus apa pun yang berada di lingkarannya. Waktu jua yang menyirami kesedihan hingga hilang tak berbekas. Karamnya rumah tangga, hati yang tersakiti, dan harus berpisah dengan putra semata wayang. Semua terasa lengkap menjadi paketan cobaan yag harus kurasakan, sekaligus pemantik semangat dalam perjuangan. Menyerah, dan kalah. Atau berjuang demi kemenangan.
Sibuknya aktivitas adalah senjata ampuh mengusir sepi. Sedari pagi membuka mata, sederet pekerjaan telah menanti. Mulai dari mengurus kakek dan nenek, memasak untuk keluarga besar yang terdiri sebelas orang, membersihkan rumah, merangkap pabrik dan hewan piaraan. Semuanya telah terjadwal di setiap jamnya. Menelepon keluarga adalah obat penghilang lelah paling mujarab. Karena di sini aku tidak boleh bercakap dengan tetangga, apalagi sesama pekerja dari Indonesia.
“Bagaimana kabarmu, Nduk?” suara ibu memulai percakapan.
“Alhamdulillah sehat, Bu. Dimas sedang apa?”
“Baru saja tidur. Tadi siang kecapaian main mobilan yang dibelikan Omnya.”
“Bu, apa Dimas ndak pernah menanyakan saya?”
“Ya pernah, Nduk. Kadang pas minum susu dia bilang Mama … mama, sambil mencari di sekitar ruangan, atau menciumi fotomu saat sedang duduk memangku Dimas di ruangan TV.”
Deegghhh!…
Seolah bogem besar menghantam dadaku. Nyeri, terluka, tetapi tak berdarah. Nelangsa, saat membayangkan Dimas pertama kali mengucap mama, berjalan tertatih- tatih saat kuulurkan tangan dari kejauhan. Pipinya yang montok ikut bergerak-gerak saat berlari.
“Dimas, mama rindu, Nak.” Batinku lirih.
***
Satu tahun bekerja, Nyonya membawaku ke sebuah toko Indonesia. Saat itu, merupakan kali pertama aku keluar rumah. Setiap bulan, nyonya yang membantu pengiriman uang, membeli pulsa, dan beberapa barang Indonesia. Mie instant juga termasuk di dalamnya. Sepanjang jalan, aku melihat ingar bingar Kota Tauyouan dengan lampu berwarna warni, kendaraan berlalu lalang, seolah menjadi hiasan negeri dengan sebutan pulau Formosa ini. Beda dengan kampungku, bakda maghrib jalanan sudah lengang. Semua penghuni rumah enggan ke luar rumah, mereka menilih duduk santai di depan televisi sambil bercengkerama dengan keluarga.
Namun, aku merindukan semuanya. Suara jangkrik di malam hari, atau kodok yang bersautan setelah turun hujan. Salat berjamaah di mushala pinggir lapangan. Ataupun tegur sapa ibu-ibu saat membeli sayuran di pedagang keliling. Kebersamaan dalam bertetangga, yang nyaris tak pernah kujumpai di sini. Karena semua penghuninya sibuk berkompetisi meraup keberhasilan dan mengisi pundi-pundi kekayaan.
***
Tibalah kami di sebuah ruko kecil bertuliskan “Toko Indonesia”. Tempat itu menjual beranekaragam produk Tanah Air. Sayup-sayup kudengar dentingan musik dari balik ruangan. Beberapa menit kemudian keluar dua orang perempuan, yang satu rambut disemir cokelat, sedangkan satunya berambut lurus sebahu dengan hidung dan telinga penuh tindikan.
“Baru datang ya, Mbak?” sapa mereka.
“Ia Mbak. Baru setahun aku di sini.”
Begitulah realita bekerja di negeri orang. Lamanya jangka kerja kerap diprediksi dari penampilan seseorang. Jika telah bertahun-tahun di Taiwan, banyak yang tergerus gaya luar negeri dengan dandanan bak selebriti. Mengkoleksi barang bermerk, sehingga pulang tidak membawa apa-apa. Istilahnya. Finis kontrak, finis juga pendapatan.
Usai memilih barang belanjaan dan membayar semuanya. Aku pun menunggu nyonya yang sedang membeli barang di tempat lain. Pemilik toko adalah perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Taiwan. Orangnya cantik, ramah, khas para memilik toko. Dia memberiku sebuah majalah Indonesia edisi bulan lalu, sebagai hadiah karena aku belanja banyak.
“Mbak, ini bisa dibaca-baca di rumah, edisi bulan lalu. Karena yang bulan ini belum terbit,” ucapnya seraya menyodorkan majalah tersebut.
“Wah … terima kasih, Mba. Nanti saya baca-baca kalau malam.”
“Ia, Mba. Kalau mau beli apa-apa silakan datang saja. Di sini juga menyediakan penjualan HP dan elektronik lainnya.”
“Terima kasih, Mba. Nyonya sudah datang, saya permisi pulang.”
Setiba di rumah, dari sekian belanjaan yang kubeli, majalah yang pertama kali aku pegang. Setahun di sini sungguh membuatku ibarat katak dalam tempurung. Tidak tahu apa pun, hanya bekerja dan bekerja. Di dalam majalah tersebut terdapat beberapa cerita pendek, yang juga ditulis oleh rekan BMI. Profil mereka sedikit tertera di akhir cerita yang dipublikasi. Ketika aku membaca tulisan mereka, terbersit dalam hatiku, seandaianya aku pun bisa menuliskan kisah kehidupanku menjadi sebuah karya. Tentu ini sangat menyenangkan. Namun, ini tidak mungkin, karena aku tidak bisa menulis, bahkan tidak memiliki waktu untuk melakukannya. Semuanya tersita oleh pekerjaan.
Tepat dua tahun aku bekerja di rumah tersebut, nenek yang kujaga meninggal dunia. Padahal aku mulai terbiasa dengan ritme keadaan dan situasi di sana. Namun, karena nama pasien di kontrakku adalah nenek, terpaksa aku harus keluar dari rumah tersebut. Saat itu, kontrakku masih tersisa satu tahun. Sempat berpikir, Tuhan tak pernah adil kepadaku. Karena di luar sana, banyak yang bekerja dengan penuh kebebasan hingga beberapa kali menambah kontrak. Namun, semuanya tidak berlaku padaku, yang selalu menuai kesedihan dengan rundung air mata yang mendalam. Namun, aku percaya, DIA takkan menguji umatnya di luar batas kekuatan yang dimliki.
Aku bingung memutuskan, pulang atau berganti majikan. Namun, dalam hati aku berjanji, tidak akan pulang sebelum membawa kesuksesan. Ganti majikan itulah pilihanku. Agensi membantu segala proses perpindahan, meski harus menunggu sepuluh hari. Hingga akhirnya aku bekerja di tempat ini—majikan kedua—yang mengajarkan banyak air tentang kehidupan, kesabaran, dan perjuangan untuk meraih masa depan.
Saat ini merupakan kali ketiga kontrak kerjaku di Taipei dengan majikan yang sama, saat kutandatangi kontrak setelah kematian nenek. Selama tujuh tahun bekerja, dua kali aku mengambil waktu cuti ke Tanah Air. Menemui Dimas dan keluarga yang kusayangi. Meskipun pada awal kami bertemu, ia sangat pemalu. Cenderung seperti tidak kenal. Namun, ikatan batin antara anak dan ibu tak akan hilang. Dengan cepat kami akrab, dan waktu dua bulan cuti, terasa sangat cepat.
Sekarang ia telah duduk di bangku kelas empat sekolah dasar (SD). Dimas harta istimewa yang kupunya, titipan Tuhan yang harus kujaga dengan amanah. Meskipun berjauhan, tak mengurangi perhatianku kepadanya. Apalagi, setelah adalah ponsel pintar, kian memudahkan kami dalam berkomunkasi.
Melalui sambungan seluler, kami menjalin komunikasi. Meluruhkan rasa rindu yang tak bertepi. Dimas tumbuh menjadi anak cerdas, meskipun tergolong pendiam. Suara renyahnya kerap melafazkan doa-doa yang diamalkan pada rutinitas keseharian. Seperti doa makan, hendak tidur, hingga doa ayah dan ibu. Saat mendengarkan doa ini hatiku luruh. Seorang bocah kecil yang kutinggalkan saat umur dua tahun, kini sudah bisa mendoakanku. Menyebut namaku dalam rapalnya.
“Tuhan, sungguh ini karunia yang tak ternilai hargamu. Akan kupertaruhkan seluruh kehidupanku untuk masa depannya.”
***
Perlahan aku bangkit, menatap tegar pada kehidupan. Waktu selalu tepat untuk melakukan sesuatu yang benar dan menemukan jati diri. Dimulai pada kontrakku yang kedua, aku mendapatkan hak berlibur satu bulan sekali, kugunakan waktu tersebut mengikuti kegiatan bermanfaat yang diadakan oleh organisasi pekerja migran, atau wadah-wadah majelis taklim Indonesia yang berada Taiwan. Tujuanku satu; menambah ilmu dan pengetahuan, untuk bekal pulang ke Tanah Air.
Langit memang tak selalu cerah, perjalanan hidup pun tak selamanya indah. Terkadang akan ditemukan kerikil tajam yang siap menghunjam, serta duri yang akan menyakiti. Ada rasa sakit, kesedihan, kesusasahan, bahkan merasakan kehilangan.Tapi aku yakin, di setiap detik peijalanan hidup yang kita lalui, pasti ada pelajaran dan hikmah kehidupan yang kita pelajari.
Taipei, 16 Februari 2018
*Catatan
*Formosa = Sebutan lain negara Taiwan.
Eti Nurhalimah wanita penggemar kopi yang gemar berimajinasi. Beberapa kali menjuarai perlombaan menulis, peraih juara III VOI Award RRI 2017, Jury Award Taiwan Literature Award Migran (TLAM) 2017 di Taiwan, dan juara I lomba menulis cerpen Inspiratif Forum Pelajar Muslim Indonesia Taiwan (F0RMMIT) 2018. Etty merupakan pekerja migran dan berstatus mahasiswa Universitas Terbuka Taiwan. Buku Perdananya bertajuk Wanita di Balik Badai terbit pada 2015. Penulis bisa disapa melalui etimelati18@gmail.com.
[1] Disalin dari karya Eti Nurhalimah
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Republika” edisi Minggu 3 Maret 2019
The post Di Balik Bingkai Formosa appeared first on Kliping Sastra Indonesia | Literasi Nusantara.
via Kliping Sastra Indonesia | Literasi Nusantara bit.ly/2ExXifl
Spesifikasi Luas tanah : 150 m2Luas bangunan : 75 m2Kamar tidur : 3Kamar mandi : 2Sertifikasi : Lainnya (PPJB,Girik,Adat,dll) Lokasi Alamat lokasi : Jl. Raya Citayam Pabuaran Bojong Baru Bojong Gede BogorKota : Bogor Kab.Area : Bojonggede Fasilitas CarportGardenGarasiTelephonePAM Jual Rumah Baru Minimalis Siap Huni Dan Pesan Bangun Rumah Minimalis Kawasan Citayam Pabuaran Bojong Gede Bogor :
- Luas Tanah : 150 m2
- Luas Bangunan : 75 m2
- Kamar : 3
- Harga : 285 Juta
- Luas Tanah : 66 m2
- Luas Bangunan : 45 m2
- Kamar : 2
- Harga : 125 Juta
- Luas Tanah : 100 m2
- Luas Bangunan : 70 m2
- Kamar : 3
- Harga : 185 Juta
- Luas Tanah : 76 m2
- Luas Bangunan : 45 m2
- Kamar : 2
- Harga : 135 Juta
- Luas Tanah : 110 m2
- Luas Tanah : 70 m2
- Kamar : 3
- Harga : 200 Juta
- Luas Tanah : 120 m2
- Luas Tanah : 72 m2
- Kamar : 3
- Harga : 245 Juta
SPESIFIKASI :
Pondasi : Batu Kali
Struktur : Beton bertulang
Dinding : Batako Pres diplester aci finishing cat
Lantai : Keramik 40 x 40 Cm
Lantai kamar mandi : Keramik 20 x 20
Listrik : 1300 Watt
Air : Sumur pantek + Pompa listrik
Dapur : Meja Beton
Rangka Atap : Kayu Kampung
Penutup Atap : Morando
Kusen : Setara Borneo
Pintu Depan : Double Triplek + Lis
Pintu Lainnya : Double Triplek
Pintu Kamar Mandi : PVC
Jendela : Setara Borneo + Kaca 3mm
Plafon : GRC Plat
Carport : Rabat Beton
Catatan :
Harga tidak mengikat dan sewaktu-waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
Hubungi :
Vinus Tira
Phone : 02199354657 / 02130755221 / 02140054111 / 083890915007 / 08566116525 / 08988374111 / 085219578896 / 08888757956.
Pemanfaatan agama (politisasi agama) oleh negara asing (negara2 Arab) untuk mendominasi dan menipiskan kebudayaan setempat (Indonesia) mendapatkan angin bagus, ini berlangsung dengan begitu kuat dan begitu vulgarnya. Gerilya kebudayaan asing lewat politisasi agama begitu gencarnya, terutama lewat media televisi, majalah, buku dan radio. Gerilya kebudayaan melalui TV ini sungguh secara halus-nylamur-tak kentara, orang awam pasti sulit mencernanya! Berikut ini adalah gerilya kebudayaan yang sedang berlangsung:
- Dalam sinetron, hal-hal yang berbau mistik, dukun, santet dan yang negatip sering dikonotasikan dengan manusia yang mengenakan pakaian adat Jawa seperti surjan, batik, blangkon kebaya dan keris; kemudian hal-hal yang berkenaan dengan kebaikan dan kesucian dihubungkan dengan pakaian keagamaan dari Timur Tengah/Arab. Kebudayaan yang Jawa dikalahkan oleh yang Timur Tengah.
- Artis2 film dan sinetron digarap duluan mengingat mereka adalah banyak menjadi idola masyarakat muda (yang nalarnya kurang jalan). Para artis, yang blo’oon politik ini, bagaikan di masukan ke salon rias Timur Tengah/Arab, untuk kemudian ditampilkan di layar televisi, koran, dan majalah demi membentuk mind set (seting pikiran) yang berkiblat ke Arab.
- Bahasa Jawa beserta ungkapannya yang sangat luas, luhur, dalam, dan fleksibel juga digerilya. Dimulai dengan salam pertemuan yang memakai assalam…dan wassalam…. Dulu kita bangga dengan ungkapan: Tut wuri handayani, menang tanpo ngasorake, gotong royong, dsb.; sekarang kita dibiasakan oleh para gerilyawan kebudayaan dengan istilah2 asing dari Arab, misalnya: amal maruh nahi mungkar, saleh dan soleha, dst. Untuk memperkuat gerilya, dikonotasikan bahwa bhs. Arab itu membuat manusia dekat dengan surga! Sungguh cerdik dan licik.
- Kebaya, modolan dan surjan diganti dengan jilbab, celana congkrang, dan jenggot ala orang Arab. Nama2 Jawa dengan Ki dan Nyi (misal Ki Hajar …) mulai dihilangkan, nama ke Arab2an dipopulerkan. Dalam wayang kulit, juga dilakukan gerilya kebudayaan: senjata pamungkas raja Pandawa yaitu Puntadewa menjadi disebut Kalimat Syahadat (jimat Kalimo Sodo), padahal wayang kulit berasal dari agama Hindu (banyak dewa-dewinya yang tidak Islami), jadi bukan Islam; bukankah ini sangat memalukan? Gending2 Jawa yang indah, gending2 dolanan anak2 yang bagus semisal: jamuran, cublak2 suweng, soyang2, dst., sedikit demi sedikit digerilya dan digeser dengan musik qasidahan dari Arab. Dibeberapa tempat (Padang, Aceh, Jawa Barat) usaha menetapkan hukum syariah Islam terus digulirkan, dimulai dengan kewajiban berjilbab! sabdalangit.wordpress.com/category/budaya/mengapa-budaya-...
Rumah adat batak, dengan ciri khas Tritunggal banua, yang menyusun ruhah adat tersebut. Banua Ginjang, Banua Tonga & Banua Toru.
Mau Kartu Undangan Yang Unik dan Kekinian??😉Pelangi Kartu Undangan Tempatnya✔️😍
⠀
♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️
Feryn & Erlangga, 8 Maret 2020
♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️
⠀
Quantity 600 x Rp 6.000
Soft Cover
Bahan kertas art paper + laminasi doff
Ukuran terlipat 16,5cm x 25,5cm
Ukuran terbuka 46cm x 25,5cm
⠀
- Free plastik undangan
- Free thanks card
- Free design
- Ada banyak model dan desain
- Shipping ke seluruh Indonesia
- Harga murah
- Proses cetak cepat
- CS nya ramah-ramah^^
⠀
Fast Respon:
Bpk Deny 08 9696 17 9829
Line : percetakanpelangi
Jl.Pagarsih No.31 Bandung
Facebook : www.facebook.com/KartuUndanganKekinian
“EH KAMU masih ingat Om David?”
Suara nyaring sahabatnya itu seperti membuka bilik kenangannya yang lain. Mungkin sahabatnya itu pikir, dengan mengalihkan percakapan tentang ayahnya ke topik terkait Om David, bisa membuatnya hijrah dari masa lalu yang barusan merangkulnya begitu erat. Sayang sekali, sahabatnya itu keliru.
Tiba-tiba bilik ingatan yang lain membuka pintunya sendiri.
Ketika tahun baru saja bernama baru, di tengah malam yang mulai riuh, ayahnya membawanya ke rumah-rumah tetangga yang memegang jabatan sebagai pemuka adat atau pendeta. Mereka bersalaman. Mengucapkan selamat tahun baru sekaligus mengirimkan doa untuk kebaikan masing-masing. Seseorang yang ia panggil Om David sering memberinya dodol durian yang sangat manis kepada anak-anak di malam itu. Ia selalu tidak ingin melewatkannya!
Walau tidak selalu, Om David juga gemar bercerita. Dari pria bermarga Tomatala itulah ia tahu kalau lekewa diamanahkan kepada keluarga Tomatala untuk dijaga dan dipelihara.
Dari laki-laki berperawakan keras dan berambut keriting itu juga ia akhirnya tahu kalau Negeri Kamarian yang didominasi pemeluk Kristen memiliki pela yang sama dengan Negeri Sepa yang muslim di Ambon. Informasi dari Om David itu menjadi penting baginya, paling tidak, berhasil membuatnya berhenti mengagumi Ahmad, cowok satu kelas yang jadi perbincangan cewek-cewek satu SMA-nya kala itu, karena akhirnya ia tahu kalau Ahmad berasal dari Sepa. Belakangan ia juga baru sadar kalau teman-teman SMA-nya yang perempuan tidak pernah serius menyukai Ahmad. Tebakannya … tentu karena pela yang sama.
Di sini, adat dan budaya begitu digdaya di hadapan cinta …
“Fulani dicambuk di lekewa dan disaksikan keluarganya di Kamarian sini,” lapor ibu ketika meneleponnya dua tahun lalu. Ia sempat bungkam beberapa saat. Wine yang baru ia tenggak hampir ia muntahkan saking mendadaknya perasaan terperenyak itu mendorongnya. Ia tak menyangka, adat itu masih mencengkeram kuat pemikiran orang-orang Kamarian dan Sepa. Apakah bumi tak berputar di sana, batinnya.
“Bagaimana dengan pacarnya, Bu?” Ia tahu, ada emosi dalam pertanyaannya. Sebagai perempuan berpendidikan yang menjunjung keadilan, ia tidak terima kalau laki-laki Sepa itu tidak dihukum. “Ia juga menerima akibatnya.” Ia sedikit lega karena tidak menemukan intonasi menutup-nutupi sesuatu dari suara ibunya. “Tapi bukan di sini. Di negerinya. Ia bahkan dikembalikan ke Sepa,” tandas ibunya. Oh baru tahulah ia kalau hukuman itu menimpa dua orang pelajar SMA. Tiba-tiba ia merasa beruntung sekali karena dulu tidak menindaklanjuti kekagumannya pada Ahmad.
Selain kepemilikan lekewa oleh dua negeri, gadis 29 tahun itu juga baru tahu tidak ada panaspela di antara Sepa dan Kamarian ketika Om David memberi tahunya suatu hari. “Kita mulanya adalah anak kembarnya Nunusaku. Buat apa perayaan bagi saudara kembar?” Ia masih ingat bagaimana laki-laki berkulit gelap itu menerangkannya dengan kedua mata yang hampir keluar saking bersemangatnya. Nunusaku? Ah tempat tanpa alamat itu telah lama menumbuhkan kebanggaan dirinya sebagai seseorang yang lahir di Nusa Ina.
Ia juga pernah mendengar, saking terikatnya Sepa-Kamarian, pernah ada peristiwa menggemparkan di kampung halamannya. Seseorang dari Sepa yang kehausan setelah melakukan perjalanan jauh meminta kelapa muda kepada salah seorang penduduk Kamarian yang menanam pohon itu di muka rumahnya. Entah karena sedang ada masalah atau karena tabiatnya yang tidak baik dan … tentu saja karena ia tak tahu kalau si peminta berasal dari Sepa, warga Kamarian itu menolak memberikan kelapa mudanya. Tak berselang lama, semua kelapa di Kamarian menua dan jatuh dari pohonnya.
Kekuatan pela di Negeri Raja-Raja ini juga pernah diuji oleh sebuah peristiwa di zaman modern ini: kerusuhan yang melanda Maluku Tengah pada tahun 2008. Seorang guru berdarah Amalohy (Kamarian) sedang mengajar ketika Negeri Kilosatu itu diserang orangorang Sepa yang mengenakan kain penutup kepala berwarna merah menyala. Menyadari kekacauan yang lebih besar akan pecah, guru itu bukannya bersembunyi, melainkan berlari keluar kelas dan meneriakkan kata “Amalohy!” dengan lantang. Ia dengan kepercayaan yang tinggi pada kekuatan pela merasa perlu menunjukkan identitasnya. Menyadari kalau ada pela mereka di negeri yang mereka serang, orang-orang Sepa menghentikan penyerangan itu. Refleks mereka meneriakkan “Silalouw” yang menunjukkan kalau mereka memang berasal dari pela yang sama.
“Eh iya, apa kabar Om David?” Gadis 29 cengengesan dan mengggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tahu kalau respons yang ia berikan telat.
“Kemarin ia sedang membongkar atap lekewa. Baris pertamanya banyak yang lapuk.”
“Kenapa tidak meminta yang lain saja? Kasihan Om David sudah tua.”
“Lha memang siapa?” Sahabatnya itu bertanya cepat. “Apa kamu tidak tahu kalau atap dan tiang di baris pertama lekewa itu hanya bisa dibongkar oleh marga Tomatala, bukan marga yang lain! Kelamaan di Leiden, kamu lupa Kamarian!”
Perempuan itu diam saja. Ingin sekali ia menyela, “Memangnya tidak ada Tomatala yang lebih muda dari Om David?”, tapi urung. Ia khawatir itu malah memancing sahabatnya itu mengeluarkan semua perbendaharaan pengetahuannya tentang adat negeri. Ia tidak ingin terlihat bodoh terlalu sering.
Yang ia tahu, lekewa dibangun dari kayu gupasa, tanpa cat, tanpa paku, tanpa lampu. Ia juga ingat hikayat pohon gupasa di depan lekewa yang diceritakan Om David saat ia masih kecil. Kalau ranting besar gupasa itu patah dan jatuh, alamatnya akan ada orang dewasa Kamarian yang akan meninggal dalam waktu dekat. Apabila yang patah dan jatuh itu ranting yang kecil, seorang anak kecil Kamarian harus bersiap-siap dijemput-Nya tak lama lagi.
“Kamu ingat hikayat pohon gupasa yang tumbuh di depan lekewa?” Kali ini giliran perempuan 29 tahun itu bersiap-siap memamerkan pengetahuannya.
Sahabatnya itu tertawa kecil sebelum menyilakan ia membentang hikayat.
“Pohon gupasa di depan lekewa mulanya adalah sebatang tombak milik panglima perang Amalohy. Mulanya ada beberapa tombak panglima yang dibawa dua orang Sepa dan seorang Kamarian. Mereka diperintahkan panglima yang tinggal di gunung untuk mencari tempat tinggal dengan cara menandai tanah yang mereka pilih. Setelah menemukan dan menanam tombak, ketiga orang itu menghadap. Dengan bangga mereka melaporkan tugas yang baru saja ditunaikan. Panglima dan rombongan pun turun ke wilayah-wilayah yang dimaksud. Alangkah terkejutnya mereka ketika mendapati tombak-tombak yang ditanam prajurit dari Sepa berubah menjadi sebatang pohon mengku dan kemutu, sedangkan tombak yang dibawa prajurit dari Kamarian berubah menjadi pohon gupasa!”
Sahabatnya bertepuk tangan sertamerta. “Kamu masih gadis Kamarian, rupanya, ya?”
“Eh kamu sedang menyetir!” Gadis 29 tahun itu memberi peringatan.
Tawa mereka pun pecah. Gadis 29 tahun itu tertawa makin keras hingga berujung tangis yang tak terkendalikan.
Sahabatnya terus menyetir. Ia ingin bertanya dan meminta gadis 29 tahun itu berhenti tertawa, tapi tak jadi. Ia seperti baru sadar, apa saja yang mereka bicarakan barusan sudah menggiring gadis 29 tahun itu ke kubangan nostalgia yang sephia. Ia kini dapat membayangkan bagaimana perasaan calon doktor itu di ritual pergantian tahun besok malam ketika mendapati rumahnya tak lagi ramai sebab baparaja itu sudah tiada. Ia dan ibunya akan hanya berdoa di gereja sebelum kemudian berdiam di rumah menunggu lonceng dibunyikan Om David Tomatala (hari ini, tak ada lagi tifa!).
Ia mati-matian menahan dirinya untuk tidak bertanya, “Setelah putarkaki di rumah calon suamimu tanggal 4 Desember nanti kau akan menikah tak lama setelahnya. Kau akan menghabiskan waktu menemani ibumu di Kamarian atau kembali ke Leiden bersama suamimu?” (*/Habis)
Piru, April—Lubuklinggau, November 2018
Benny Arnas. Lahir, besar, dan berdikari di Lubuklinggau. Karya mutakhirnya adalah buku puisi Hujan Turun dari Bawah (Grasindo, Juli 2018).
Catatan:1. Meski tidak persis sama, pengertian negeri di Maluku (termasuk di Pulau Seram) mirip dengan kampung atau desa. Negeri dapat saja memiliki wilayah sama dengan desa/kampung. Namun, juga ada negeri yang terdiri atas beberapa desa/kampung.
2. Penggunaan istilah baparaja untuk menunjukkan bahwa ia adalah pelaksana tugas sementara (Plt) raja untuk menunggu rancangan peraturan (daerah) tentang (pemilihan/pengangkatan) raja-raja di tiap negeri disah-keluarkan.
3. Tigatungku di Maluku mirip dengan tritunggal adat di Minangkabau. Kalau Kamarian menyebutnya tigatungku, Minangkabau menamainya agak lebih panjang: tigatungku sejarangan.
4. Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan antara satu negeri (sebutan untuk kampung atau desa) dengan negeri lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut agama lain di Maluku.
5. Untuk menjaga kelestarian pela, pada waktu-waktu tertentu diadakan upacara bersama yang disebut panaspela antara kedua negeri yang ber-pela. Upacara itu dilakukan dengan berkumpul selama satu minggu di salah satu negeri untuk merayakan hubungan dan kadang-kadang memperbaharui sumpahnya. Pada umumnya upacara atau gelaran panaspela diramaikan dengan pertunjukan menyanyi, dansa, dan tarian tradisional serta acara lain seperti makan patita/makan perdamaian.
[1] Disalin dari karya Benny Arnas
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Jawa Pos” Minggu 9 Desember 2018
The post Gadis Kamarian, oh Gadis Kamarian (Bagian 2 -Habis) appeared first on Kliping Sastra Indonesia | Literasi Nusantara.
via Kliping Sastra Indonesia | Literasi Nusantara bit.ly/2Lec25W
Dulang Pungkasan, atau suapan terakhir orang tua kepada putrinya karena telah berpindah tanggung jawab dari orang tua kepada suami tercinta.
#Foto Prosesi Dulang Pungkasan dlm #Pernikahan Adat #Jawa #Wedding Puteri+Rifki di #Yogyakarta #Indonesia
Wedding #Photo by @Poetrafoto #Photography, #Fotografer #Perkawinan, #Indonesian Wedding #Photographer based in #Jogja Yogyakarta
*visit our Wedding #Photos on Wedding Photographer Indonesia Website
*check our #WeddingBlog on Wedding Photographer Indonesia Blog
*like our FB page on Indonesian Wedding Photographer FB Page
*follow our Pinterest on Wedding Photographer Indonesia Pinterest
*subscribe our Youtube on Wedding Photographer Indonesia Videos
*follow our twitter+instagram+line: @Poetrafoto
*HP+WhatsApp: 081229776789
Common to Toraja of all religions is the cultural centrality of the tongkonan as ancestral homes. The homes are the focus of family identity and tradition, representing the descendants of a founding ancestor. Kis Jovak et al. (1988) describes the tongkonan as being not simply a house but symbolising a Torajan's microcosm.
As the focus of ancestral identity, it is through the tongkonan that Torajans consider themselves related to parents, grandparents and more distant relatives. Torajans belong to more than one house as they trace descent bilaterally - that is, through both the male and female line. Upon marriage, Toraja men customarily live in their wive's home. If divorced, possession of the house is granted to the wife, although the husband may be compensated by being given the rice barn which can be dismantled and reassembled. A tongkonan, however, is never removed, in part because of the large number of placentae buried on the east side of the house (east is associated with life).
The tongkonan is traditionally seen as the navel of the universe and a miniature cosmos; and in those some regions, it is the meeting place of the north-south and east-west axes. It faces north, to the “head of the sky” where Puang Matua resides. The alang, or rice granaries, across the yard, face south or the posterior, as this is the direction from which trouble and disease exit. In some regions, the house is entered via a door on the northern end of the east wall, and in others, at the western end of the north wall. A person, thus, walks towards the southwest or southeast as they enter. The tongkonan is vertically divided into three levels: the attic where the regalia and family heirlooms are kept; the living area; and the space under the floor where domesticated animals are kept. These compare with the upper world, the middle world, and the under world.
There are three types of tongkonan which are classified according to their function in society. A tongkonan layuk ('grand tongkonan') or tongkonan pesio' aluk ('aluk maker') is the original ancestral home in which the aluk of a particular adat territory were established. The Grand Tongkonan is the seat of a kinship grouping that traces its descent from a single founding couple. It is the house of the highest authority and it is used as the center of government. Tongkonan according to its literal translation, is the place 'to sit' and it is the traditional centre of governance. Customarily people would assemble to sit in a place of historical significance to discuss and resolve matters of communal import. This site would be the seat of residence of the most respected member of the community. This home would thus be developed into a grand building.
The second type is tongkonan pekamberan, or tongkonan pekaindoran which belongs to the family group members and offspring of the founder. It is their duty to carry out local traditions (known as adat). The last one is tongkonan batu, which belongs to the ordinary family members. Traditionally, only the nobility could afford to build large tongkonan and the elaborate ceremonies associated with them.
Ordinary residences, known as banua are smaller, less decorated homes versions of tongkonan, through which families’ descent would also be traced. Generally speaking their occupants would be families of lower social status, families that once constituted part of a greater family’s fiefdom. These homes may also be converted into tongkonan after several generations of the same line have lived in them and after suitable rites have been carried out, but due to prohibitive costs, this has traditionally been rare. The former exclusivity of the tongkonan is also diminishing as many Toraja commoners find employment in other parts of Indonesia and remit funds back to their families, enabling in some cases the construction of larger Tongkonan by commoners.
Dari tahun ke tahun, teknologi semakin berkembang. Dampak perkembangannya hampir terasa di segala bidang. Ekonomi adalah salah satu segmen yang mendapatkan efek luar biasa dari perkembangan teknologi. Instrumen investasi digital, mata uang digital, uang digital, dompet digital, bahkan ruang bisnis khusus digital mulai sering kita dengar. Kripto sebagai mata uang digital menjadi salah satu primadona. Tidak sedikit yang meyakini bahwa di masa mendatang kripto akan menggeser mata uang FIAT. Kenali resiko dan cara kerjanya s.id/11fwf , bukan tidak mungkin kita akan sukses dari kripto.
Tampil cantik dan menarik adalah idaman setiap orang. Di Korea Selatan khususnya, tampilan fisik yang elok seolah menjadi hukum adat tak tertulis. Maka dari itu, banyak warganya yang kemudian melakukan operasi plastik untuk membentuk porsi fisik yang didambakannya. Didukung dengan perkembangan teknologi, oplas dinilai sukses membuat wajah-wajah baru yang lebih menarik, meski tak dipungkiri ada resiko yg dipertaruhkan. Bagaimana Islam memberi pandangan khusus tentang ini? Berikut ulasannya s.id/11fwS , agar menjadi sebuah pembelajaran sebelum kita melangkah ke arah sana.
Internet membuat kita seolah tidak berjarak, satu dan lainnya bisa saling mengetahui tanpa harus bertemu langsung. Proses asimilasi pun terjadi secara kasat mata, bagaimana kemudian tanpa terasa kita meniru cara berpakaian orang-orang di belahan dunia lain. Aspek lainnya turut serta terbawa dan membaur dalam kehidupan kita sehari hari. Apa sajakah dampak globalisasi s.id/11fx ? Khususnya dalam aspek atau bidang sosial dan budaya?
Kemudahan adalah salah satu hal yang banyak diidamkan oleh setiap orang. Saat ini, untuk sekedar beli sendok saja kita bisa beli secara online. Meski tidak dipungkiri, resiko barang yang telah dibeli tidak sesuai gambar yang ditampilkan. Kini, untuk membeli sebuah premi asuransi (kendaraan) pun bisa dilakukan secara online. Cari tahu cara aman untuk melakukannya dalam s.id/-11fxs . Agar kendaraan anda terlindungi dari resiko yang mungkin terjadi.
Sampai hari ini, sering sekali kita mendapati informasi tentang kelangkaan minyak goreng. Sebagai salah satu negara penghasil minyak goreng mentah terbesar di dunia, tentu menjadi sebuah ironi tersendiri. Harus antri panjang untuk mendapatkan minyak harga murah, sekalinya minyak goreng melimpah harga yang diberikan penjual tidak murah. Kita seperti kelaparan di lumbung beras. Menghadapi situasi seperti saat ini, pemerintah banyak mengambil langkah strategis walau belum sepenuhnya maksimal. Namun dari aksi tersebut, Menteri Perdagangan berani memprediksi bahwa semua ini akan segera normal kembali. Yakin s.id/11fxN ?
Bulan Ramadhan tinggal menghitung hari, merupakan sebuah kebahagian tersendiri bagi para pemeluk agama Islam setiap kali akan memasuki Bulan penuh berkah ini. Sudah menjadi kebiasaan, sehabis menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh, maka setalahnya umat Muslim akan merayakan Idul Fitri bersama keluarga besar tercinta. Sebelum menerima kehadiran para kerabat dari luar kota, biasanya para pemilik rumah mendandani huniannya terlebih dahulu. Mengecat ulang menjadi solusi terbaik agar rumah menjadi tampak baru. Inilah pilihan warna ideal untuk menghadapi hari yang Fitri. Literasinya s.id/11fBF
Bekerja atau berwirausaha? Pertanyaan yang banyak terlontar ketika kita akan mengakhiri masa pendidikan. Bagi para fresh graduated, bekerja menjadi pilihan yang paling rasional. Mengingat untuk berwirausaha, mereka belum siap secara mental dan modal. Bekerja di perusahaan-perusahaan potensial adalah bidikan utama para jobseeker. Tidak tanggung-tanggung, beberapa diantaranya memilih untuk bekerja di luar negeri. Selain gaji yang lebih besar, pengalaman juga menjadi pertimbangan. Di negara tetangga Malaysia, juga membuka loker untuk para fresh graduated. 10 perusahaan ini tercatat memberikan income yang paling tinggi bagi karyawan(fresh graduated)nya. Disini datanya s.id/11fBU
Jika sebelumnya ponsel dianggap sebagai barang mewah dan hanya menjadi kebutuhan tersier, hari ini bisa kita katakan bahwa ponsel sudah menjadi salah satu kebutuhan yang utama. Selain untuk berkomunikasi, ponsel juga mulai banyak digunakan untuk keperluan penunjang lainnya. Mencari berita, media berbagi informasi, merekam aktivitas, bermain game, semua bisa dilakukan dalam satu genggaman. Ponsel dengan type Android menjadi pilihan utama warga tanah air, selain harga yang lebih terjangkau ponsel Android dikenal lebih ramah dalam pengoperasiannya. Adalah ini ponsel Android yang diklaim sebagai yang terbaik di awal kwartal tahun 2022. See s.id/11fD7
Beberapa bulan ini kita mungkin mendengar polemik tentang pembatasan volume suara adzan dari sebuah pengeras suara mesjid. Warga cibungkul.com beramai ramai mengutarakan komentarnya masing masing, pro kontra tentu menjadi tak terelakan. Belum reda tentang toa (pengeras suara), Kementrian Agama kini seolah menghadirkan polemik baru. Melalui Menteri Agama, Kemenag mengeluarkan sebuah logo halal baru dan menyatakan bahwa logo halal lama tidak berlaku. Sedikit kajian logo baru dari sebuah redaksi s.id/11fDm
Terlindungi diri pribadi, terlindungi kendaraan pribadi, atau hunian sendiri adalah keinginan semua orang . Asuransi dinilai salah satu jalan untuk memproteksi diri dari berbagai kemungkinan terburuk. Namun nilai premi yang besar, membuat sebagian orang kemudian mengurungkan niatnya, meski sebuah cerita sukses sering kali dihadirkan oleh pihak asuransi. Lebih parah lagi, sebagian malah tidak percaya dengan ungkapan sukses dari label asuransi. Bagi yang ingin mendaftarkan diri, ada beberapa langkah untuk meminimalisir biaya premi. s.id/11fDK
Ketika Corona melanda, kita seolah melupakan penyakit lain yang juga cukup mematikan. Diabetes Melitus, adalah penyakit yang menjadi momok banyak orang. Pola hidup sehat adalah kunci kita terhindar dari Diabetes. Namun selain itu, karui.my.id juga patut memberikan kita gambaran tanda-tanda dari penyakit ini. Ada beberapa penyebab Diabetes, diantaranya.. s.id/11fGp
Setiap orang tentunya ingin senantiasa sehat. Di dalam raga yang sehat terdapat jiwa yang kuat, sebuah pepatah mengatakannya. Berbagai metode olah raga ditempuh, saat ini trend bersepeda menjadi pilihan banyak warga. Di kota kota besar, kampanye bike for work sudah menjadi kebiasaan. Berbagai jenis sepeda pun kita kenal, ada mountain bike, ada down hill, ada srprinter bike. Ada pula sepeda lipat yang banyak digandrungi kaum milenial, seperti sepeda berikut.. s.id/11fGB
Tekanan dalam dunia pekerjaan, kondisi jalan menuju tempat kerja yang macet, sering kali menghadirkan kejenuhan. Akumulasi kejenuhan yang memuncak, terkadang membuat orang tersebut menjadi stress. Sejatinya setiap orang bisa mengalami stres, namun tidak semua bisa menghadapinya ketika stres melanda. Berikut cara memanage diri agar terhindar dari stres. Praktekkan s.id/11fGE
Rumah minimalis, menjadi pilihan rumah idaman bagi beberapa orang. Harga atau pembuatannya yang relatif lebih murah adalah salah satu alasannya. Namun luas rumah yg cendrung mini, kadang membuat kita bingung untuk menaruh barang-barang, sebab salah menyimpan barang akan tampak menjadi hunian yang kumuh. Nih s.id/11fHk tip untuk menempatkan barang di rumah, agar rumah tampak tetap luas. Selengkapnya tentang dunia furniture baterbucks.us
Sebelum melangsungkan pernikahan, pernahkah mendengar pertanyaan tentang perawan atau perjaka? Yaa, sebagian besar menganggap ini sebagai hal sakral, makanya mereka memastikan hal tersebut sebelum benar benar melaksanakan pernikahan. Metode ini 👉👉 s.id/11fHz adalah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengetahui pasanganmu masih perjaka atau tidak.
Berat badan ideal pastinya menjadi idaman setiap orang, apalagi kaum hawa. Sayangnya untuk meraih badan yang ideal berbanding lurus dengan usaha yang harus dilakukan. Makanya banyak orang yang kemudian menyerah untuk melakukan latihan untuk mencapai badan yang ideal. Menanggapi hal tersebut, seseorang memberikan kesaksian bahwa dia bisa mendapatkan berat badan yang ideal tanpa diet berlebih, juga dengan latihan yang menyenangkan !! Cek segera !! s.id/11fL9
Kekuatan militer sebuah negara selain ditentukan oleh banyaknya pasukan, juga dilihat alat tempur dan senjata yang dimiliki. Katakanlah Rusia dan Korea Utara yang berpropaganda dengan senjata nuklirnya. NATO dan Amerika yang punya drone canggih untuk menyerang efektif tanpa korban pasukan. Seputarmiliter.com mengungkap dibalik itu semua, rupanya Indonesia telah berhasil menciptakan sebuah perangkat dengan teknologi canggih. Selengkapnya s.id/11fLl
Mobil pada awalnya adalah sebuah hal yang mewah, perlahan tapi pasti mobil kini menjadi kendaraan umum untuk sebuah keluarga. Memiliki mobil, apalagi mobil sport mewah pastinya diinginkan banyak orang. Harga fantastis, perawatan istimewa tentunya sebanding dengan prestise yang didapatkan. Naaah, ketika kamu berhasil membeli sebuah mobil mewah, sangat bijaksana bila kamu lindungi mobilmu dengan asuransi. Tahapan yang bisa kamu lakukan sebelum memutuskan mendaftar asuransi kendaraan s.id/11fLS .
Para pembalap VR46 Academy seolah mendapatkan nilai plus tergabung dalam team VR46. Yaa.. s.id/11fMg sang ikon MotoGP Valentino Rossi menjadi mentor langsung bagi mereka. Seperti diketahui Rossi memutuskan pensiun dari ajang yang telah membesarkan namanya. Meski begitu Rossi tidak sepenuhnya menjauh dari Paddock dan dunia otomotif.
Kita telah sering mendengar asuransi jiwa, asuransi kendaraan, atau asuransi tempat tinggal. Tapi tahukah kita bahwa ada juga asuransi perjalanan? Pastikan anda memiliknya sebelum ber-perjalanan jauh khususnya. Asuransi ini s.id/11fP1 melindungi diri dari hal-hal terburuk selama kita dalam perjalanan.
A Batak house called Rumah Adat, from the Karo tribe, near Barastegi, Sumatra, Indonesia.
The women give birth in front of the door.
© Eric Lafforgue
Jenis Warisan: Warisan Ketara (Muzium Istana Jahar)
Lokasi Kajian / Dijumpai: Muzium Adat Istiadat (Istana Jahar) Kota Bharu, Kelantan
Objek Warisan: Muzium Adat Istiadat atau Istana Jahar (1920)
Umur Bangunan: 96 tahun
Penerangan: Muzium Istana Jahar ialah antara muzium yang terkenal di Kelantan. Bangunan ini juga merupakan istana tempat bersemayan Al-Marhum Sultan Ismail Ibni Sultan Muhammad ke IV pada tahun 1920 – 1944 (The Official Website Of The Kelantan State Museum Corperation, 2014). Muzium ini juga dikenali sebagai muzium Adat. Bangunan ini telah dibangunkan atau dibaiki semula pada tahun 1992. Keluasan bangunan ini adalah 1822 meter persegi. Hampir keseluruhan daripada bangunan ini mempamerkan koleksi adat istiadat diraja. Contohnya, koleksi yang terdapat dalam bangunan ini ialah peralatan adat istiadat seperti peralatan bersemayam, pertunangan, melenggang perut, adat pijak tanah, berkhatan dan peralatan senjata seperti keris dan lembing. Manakala, diluar bangunan pula terdapat perigi, pelbagai jenis bentuk perahu, pasca persada dan sebagainya. Bangunan ini merupakan bangunan yang menjadi hak milik PMNK (Perbadanan Muzium Negeri Kelantan) dan telah diwartakan sebagai bangunan bersejarah Negeri Kelantan pada 2005 (AKTA- 645) (Laman Web Rasmi Perbadanan Muzium Negeri Kelantan, 2014).
Rujukan
Laman Web Rasmi Perbadanan Muzium Negeri Kelantan, (2014). Retrieved from Latar Belakang PMNK: www.muzium.kelantan.gov.my/v2/index.php?option=com_conten...
The Official Website Of The Kelantan State Museum Corperation, (2014). Retrieved 10 14, 2016, from Muzium Adat Istiadat (Istana Jahar): www.muzium.kelantan.gov.my/v2/index.php?option=com_conten...
MESKIPUN gelar doktor dari Universiteit Leiden hampir berada dalam genggamannya, gadis 29 tahun itu tetap harus putarkaki!
Ketika kecil dulu ia sering melihat calon mempelai perempuan yang melaksanakan tradisi itu. Yang terakhir adalah kakak perempuannya yang hendak dipersunting laki-laki yang tak lain tak bukan adalah tetangga mereka sendiri yang saat itu sudah menjadi pengusaha sukses di Jakarta. Kakaknya meletakkan kaki di atas ketiga permukaan tungku, satu-satu, lamat-lamat, penuh khidmat Dapat ia rasakan kegugupan melingkupi diri calon mempelai perempuan itu. Ketika kakinya sampai pada akhir prosesi itu, meletakkan telapak kakinya di abu perapian yang sudah dingin, ketegangan itu seperti terbang menembus langit rumah. Telah sah ia diterima menjadi bagian dari keluarga.
la juga ingat, bagaimana kakak iparnya harus menjadi salwir di perhelatan-perhelatan adat. Awalnya ia tentu menyangsikan suami kakak perempuannya yang terpandang itu akan benar-benar diperlakukan sebagai “pelayan” bagi ayah dan kakak laki-kakinya yang hanya seorang pekebun atau nelayan. Tapi, ketika dengan mata kepalanya sendiri ia menyaksikan bagaimana laki-laki itu menuangkan sopi ke gelas-gelas kosong di tangan anggota keluarganya, ia menghela napas beberapa kali.
Oh, di Negeri Kamarian tercintaku ini, siapa pun, apa pun, dari mana pun, ketika masuk ke lingkungan adat, harus menjunjung bumi tempat ia berpijak, batinnya. Termasuk seorang pengusaha ternama yang menjadi salwir alias pelayan bagi ayah dan kakak-kakak iparnya yang lain karena status malamait, menantu laki-laki dalam adat Amalohy!
Rindu dan gugup kini beradu-dentam di dalam dadanya. Tiba-tiba segala hal beraroma Kamarian seperti berebut mengisi sebuah ruang dalam dirinya yang selama ini jarang ia buka: kenangan.
Pada pukul 5 petang tiap akhir tahun, dengan mengenakan pakaian longgar berwama hitam dan syal putih yang panjang, tigatungku berkumpul di kediamannya. Tigatungku adalah sebutan untuk aparat pemerintahan, pemuka masyarakat, dan pendeta, yang menjadi tritunggal dalam khazanah adat di Kamarian. Karena ayahnya adalah seorang baparaja, kepala negeri yang biasanya juga membawahi beberapa dusun, rumahnya ramal kalau ada acara-acara adat. Tak terkecuali di akhir tahun.
Ya, tritunggal itu datang ke rurnahnya tidak hanya diwakili satu dua orang untuk tiap-tiap tungku, tapi bisa puluhan orang. Maka, ia pun biasanya akan ikut repot mempersiapkan segala hal terkait keramaian. Membentang tikar pandan, memungut daun kasbi, mengiris jantung pisang, atau membasuh rebung patong. Kadang ia berandai-andai, lebih enak menjadi rombongan aparat pemerintah dan guru-guru atau para pemuka adat atau para pendeta. Mereka tinggal datang, ngobrol dan tertawa, lalu menyantap hidangan yang dipersiapkan ibunya dan para sanak kerabat perempuan lainnya.
Tapi, sebenarnya mereka tidak sekadar datang, ngobrol, dan makan sore. Mereka datang membawa nazar, semacam sumbangan yang dimasukkan ke dalam kotak kayu yang ia letakkan sejak siang harinya di dekat pintu masuk. Mereka menyebutnya petinazar. Lagi pula, mereka tidak serta-merta melahap hidangan. Mereka akan mendengarkan arahan dari petinggi tigatungku terlebih dahulu, mesklpun biasanya yang bicara hanya baparaja alias ayahnya. Atau kalaupun ada lagi yang memberi pengarahan, ia adalah pendeta. Pemuka adat seperti selalu yakin kalau suaranya sudah terwakili oleh kedua tungku ini.
Selesai makan, mereka lalu berdoa bersama. Gadis 29 tahun itu dulu sempat menganggap ini seperti sebuah lelucon. Bukankah seharusnya berdoa dulu baru makan. Namun, seiring waktu dan kerapnya menyaksikan keramaian saban akhir tahun itu, ia pun paham. Doa bersama itu diperuntukkan bagi keberkahan perjalanan mereka menuju gereja, sedangkan sebelum makan biasanya tiap orang berdoa masing-masing. “Nak, bukan hanya makan sore. Sebelum memetik lemon china di belakang rumah pun, kau juga harus berdoa,” ujar ibunya dengan mata selembut air telaga.
Setelah lima belas menit berjalan kaki darl rumahnya, mereka biasanya sudah tiba di gereja pukul 7 malam. Ibunya membawa petinazar seperti anggota paskibraka yang membawa bendera pusaka. Ibu, pikirnya, bertahun-tahun kau membawa petinazar ke gereja, takkah membosankan?
Di gereja, sepertl biasa, mereka beribadah dan berdoa bersama. Sebelum jemaat pulang, baparaja kembali memberikan arahan. Biasanya lebih banyak terkait situasi dan keadaan negeri tercinta Di matanya, sang ayah menjelma orang paling berwibawa bila sudah menjadi pusat perhatian seperti itu. Ingin sekali ia berteriak, “Baparaja itu ayahku!”
***
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ibu. Lekas ia menekan tombol OK. Rindunya memuncak. “Iya, Ibu, beta baru tiba di Bandara Pattimura. Ini langsung ke Hunimual. Mungkin beta akan berangkat dengan feri pukul 10 pagi.f Sebagaimana dirinya yang tiba-tiba kaku memanggil diri sendiri dengan panggilan “beta”, ibunya juga tidak pernah dan tidak terbiasa bilang rindu, meskipun getaran suara perempuan itu menabuh-nabuh gendang telinganya. Perempuan 60 tahun itu pasti mati-matian menahan agar air asin tidak merembes dari ekor matanya, batin gadis 29 tahun itu. Oh, prasangkanya jadi bumerang. Buru-buru ia lap pipinya yang basah dan memerah.
Baru saja gadis 29 tahun itu memasukkan ponsel di saku jins selutut yang ia kenakan, seorang sahabat lama sudah menjemputnya. “Ayo! Katong harus cepat kalau mau dapat jadwal berangkat lebih awal teriak temannya.
Katong? Ah, lama sekali la tidak mendengar kosakata Maluku yang berarti “Kita” itu. Sesekali ia mendengarnya kalau sedang bicara dengan ibu di telepon. Itu pun karena rutinitas penelitiannya dua tahun belakangan ini hanya bisa terjadi sebulan dua kali. Ya, penelitian doktoralnya membuat ia harus tinggal di rimba yang dipenuhi pohon ek tua di perbatasan Belgia-Luxemburg.
“Malam pergantian tahun besok, kamu ikut masuk rombongan mana? Tetap ke lekewar?” Baru saja mobil melaju, sahabat lamanya sudah melemparkan pertanyaan.
Oh ia baru ingat kini.
Setelah berdoa di gereja dan jemaat pulang, beberapa orang perwakilan tigatungku tadi akan membagi rombongan menjadi enam. la dan beberapa anak yang laln biasanya tidak mau tinggal di rumah meskipun mata ibu mereka sudah memelotot. Ibu mereka memang tidak mungkin marah atau berteriak di dalam gereja. Dan ayah mereka, selalu menjadi figur penyayang dengan membolehkan mereka ikut. Ya, ia selalu masuk rombongan ayahnya ke baileo atau balai adat. Ia selalu suka berada di baileo. Bahkan, orang-orang Kamarian memilikl sebutan tersendiri untuk baileo mereka: leketua.
Lima kelompok lain tentu tidak akan ke lekewa. Serombongan pendeta tetap berada di gereja. Sementara empat kelompok lainnya akan tersebar di empat penjuru negeri. la ingat, sahabat lamanya yang saat ini berada di balik kemudi, sebagaimana dirinya, selalu menolak diajak ayahnya yang pemuka adat untuk bergabung. la selalu memilih bergabung dengannya ke ketua.”Tengah-tengah malam ke hutan, buat apa?” ujarnya ketika ayahnya menanyakan alasannya masuk rombongan ke lekewa. Meskipun berada di tempat yang berbeda, kecuali para pendeta di gereja, lima kelompok itu akan melakukan pasawari alias melakukan ritual memohon kebaikan dan keberkahan untuk setahun ke depan kepada arwah nenek moyang.
Menjelang pukul 12, semua penduduk akan berkumpul lagi di gereja. Mereka datang bukan untuk beribadah, melainkan berdoa bersama. Doa syukur. Lalu pulang lagi. Berdoa di rumah masing-masing. Sebelum tifa ditabuh (dulu memang gereja di tempatnya belum punya lonceng), rumah-rumah dipeluk kesunyian.
Ia pernah mengeluh terkalt ini. “Kenapa kita harus bolak-balik gereja dan berdoa lagi di rumah sepulangnya, Bu?” Dan seperti biasa, dengan ketenangan yang masyuk, ibunya menjawab, “Inilah yang membuat malam pergantian tahun ini menjadi istimewa, Nak. Kalau sama saja seperti biasa, adakah kau akan mengingat semuanya? Nanti kau akan rindu kalau sudah jauh.” Ia ingat, kata-kata itu diutarakan ibunya ketika ia sudah tamat SMA dan sedang menunggu hari untuk menyeberang ke Ambon demi mengejar gelar sarjana di Universitas Pattimura.
Ibunya benar. Kini, tiap mengingat itu, ia merindukan aroma kursi panjang gereja yang terbuat dari kayu kelapa dan rambut ibunya yang menguar bau matahari, merindukan bermain di mangge-mangge di tepi laut yang hari ini separo pohonnya terendam air laut karena abrasi, merindukan berlarian di sepanjang pantai (kakaknya akan menjewer telinganya lalu menyeretnya pulang karena menemukan ia dan teman-temannya bermain jauh dari rumah-hingga pantai Hutasua atau Seriwawan), merindukan nasi kuning yang dibuat ibu untuk sarapan, merindukan teriakan ayahnya di meja makan sebab ia lupa menyiapkan tempatgaram, colo-colo, dan rujak hutan sebagai teman ikan bakar. Merindukan rumah. Merindukan ibu. Ayah?
Ah, ayah sudah di surga.
***
“Oh aku tidak seharusnya membuatmu ingat pada almarhum ayah …” Ada nada penyesalan dari kalimat yang keluar dari mulut sahabatnya itu, sebelum kemudian ia meraih tangan kanan gadis 29 tahun itu dan menggenggamnya sejenak seperti hendak menguatkan lalu kembali memegang kemudi.
Gadis 29 tahun itu menoleh dan tersenyum, la ingin bilang”tidak apa-apa” tapi lidahnya kelu.
(bersambung)
Piru, April—Lubuklinggau, November 2018
Benny Arnas. Lahir, besar. dan berdikari di Lubuklinggau. Karya mutakhirnya adalah buku puisi Hujan Turun dari Bawah (Grasindo. Juli 2018)
Catatan:
1. Meski tidak persis sama, pengertian negeri di Maluku (termasuk di Pulau Seram) mirip dengan kampung atau desa. Negeri dapat saja memiliki wilayah sama dengan desa/ kampung. Namun, juga ada negeri yang terditi atas beberapa desa/kampung.
2. Penggunaan istilah baparaja untuk menunjukkan bahwa ia adalah pelaksana tugas sementara (Plt) raja untuk menunggu rancangan peraturan (daerah) tentang (pemihan/pengangkatan) raja-raja di tiap negeri disah-keluarkan.
3. Tigatungku di Maluku mirip dengan tritunggal adat di Minangkabau. Kalau Kamarian menyebutnya tigatungku, Minangkabau menamainya agak lebih panjang: tigatungku sejarangan.
4. Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan antara satu negeti (sebutan untuk kampung atau desa) dengan negeri lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut agama lain di Maluku.
5. Untuk menjaga kelestatian pelo. pada waktu-waktu tertentu diadakan upacara bersama yang disebut panaspela antara kedua negeri yang ber-pela. Upacara itu dilakukan dengan betkumpul selama satu minggu di salah satu negeri untuk merayakan hubungan dan kadang-kadang memperbaharui sumpahnya. Pada umumnya upacara atau gelaran panaspela diramaikan dengan pertunjukan menyanyi, dansa, dan tarian tradisional serta acara lain seperti makan patita/makan perdamaian.
[1] Disalin dari karya Benny Arnas
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Jawa Pos” Minggu 2 Desember 2018
The post Gadis Kamarian, oh Gadis Kamarian (Bagian 1) appeared first on Kliping Sastra Indonesia | Literasi Nusantara.
via Kliping Sastra Indonesia | Literasi Nusantara bit.ly/2SsJl83
Mususi. Foto prosesi pernikahan pengantin adat Jawa Jogja di wedding kak @dianps03 & kak @alee_gethoo di Yogyakarta. Foto wedding by @poetrafoto, wedding.poetrafoto.com 👍😊
képeslapfotó a debreceni Berzéki fényképésztől
Dr. Ticz János féle kisebb fotóhagyaték 18. képe
---
azt nem tudom ki lehet a képen, de a fényképészről találtam adatokat:
2002es info:
Berzéki Sándor (1891-1972) fényképészmester hagyatékából fotókiállítást rendeztek, amelyet a Budapesti Városvédő Egyesület is vendégül látott. A debreceni iparos évtizedeken át szolgálta a város lakosságát. A Piac utca 38-ban levő műterme, az egyik legismertebb és leglátogatottabb fényirda volt a század első felében. A Debreceni Ipartestület fényképész szakosztályát vezette, alapítója a Debreceni Fotóklubnak és számos tanítványt nevelt több évtizedes munkássága során. Egykori napfényműterme ma is áll, reméljük ipartörténeti műemlékként helyreállítják majd, a szentesi és szegedi példához hasonlóan.
www.mafosz.hu/Kiadvanyaink/2002 MFEvkonyv.doc
---
egy érdekes forrás sajnos csak kis képekkel:
Unokáink sem fogják látni... - 130. adás
Berzéki Sándor aranyos Margitkának" dedikálta ezt az édes fotót, ami róla készült 1915-ben. Kolleganője, aranyos Margitka aztán a felesége lett, és továbbra is vele együtt dolgozott az udvarban, Debrecenben, a Piac utca 38-ban. Berzéki Sándorék leánya egy felvételen éppen szembe jön a képen akkor, amikor megmutatta nekünk, hol volt a papa műterme. Az udvar jobb oldalán, mint a régi képen látszik, csak eléépült egy garázs, meg még ez-az.
Ha összevetjük a régi képek egyikét a mai udvarral, látszik, hogy a két kapu tulajdonképpen, a két ajtó, ahol a műterem volt az udvaron, megvan ma is. Legfeljebb átalakítva. A jobb oldaliban a vasajtó mögött a debreceni evangélikusok raktára van Azt mondták nekem, a bal oldali, ami zárva van, őrzi a fa ajtó szerkezetét, ha nincs is előtte az eredeti előtető. A ház mai
utcai képe is érdekes:. a két oldala különbözik. Azért, mert a háborúban megsérült, összeomlott a jobb oldala, és a felújítás során nem állították vissza eredeti arculatába. Látszik, hogy megváltozott a ház, mert nem az eredeti homlokzatot építették vissza, hanem a 40-es évek végének stílusa szerint. Most megint egy kicsit átalakították, hogy jobban igazodjon az eredeti bal házfél arculatához, de a lényeg az, hogy a ház megvan. Költözött a fotóműterem a háború után, az újjáépült házfélben nyitott meg újra a Berzékiek üzlete.
Berzéki Sándor egykori üzletének helye megvan az udvaron, műterme is nagyjából áll az udvaron. Igaz, hogy munkába kerülne, meg fáradtságba, meg pénzbe is, de helyreállítható lenne Debrecenben, a Piac utca 38 alatt.
old.hirado.hu/magazin/cikk.php?id=14881&offset=2
---
...a debreceni Berzéki fényképész dinasztia tagja, a 98 éves Berzéki Katalin
jelen volt 2011-ben a 80 éves a Debreceni Fotóklub rendezvényén
www.fotoagora.hu/index.php?option=com_content&task=vi...
---
hír 2001ből:
Berzéki Sándor fényképészmester emlékkiállítása
Portréfotó Műterem (Debrecen, Piac u. 38.)
Megnyitó 2001. augusztus 31-én 17,00 órakor
Megnyitja Vencsellei István fotóművész
Megtekinthető 2001. szeptember 30-ig
---
említés:
Berzéki Sándor, a szakma nagy tekintélyű mestere, akinél [id. Hapák József] tanulta a szakmát.
www.fotoagora.hu/index.php?option=com_content&task=vi...
---
Móricz hagyatékában érdekes módon megmaradtak szociofotók, események, portréfotók. Az író rendszeresen rendelt Fehér és társa budapesti és Berzéki Sándor debreceni fényképészektől felvételeket.
fotomuveszet.com/index.php?option=com_content&view=ar...
---
Mau Kartu Undangan Yang Unik dan Kekinian??😉Pelangi Kartu Undangan Tempatnya✔️😍
⠀
♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️
Feryn & Erlangga, 8 Maret 2020
♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️-♥️
⠀
Quantity 600 x Rp 6.000
Soft Cover
Bahan kertas art paper + laminasi doff
Ukuran terlipat 16,5cm x 25,5cm
Ukuran terbuka 46cm x 25,5cm
⠀
- Free plastik undangan
- Free thanks card
- Free design
- Ada banyak model dan desain
- Shipping ke seluruh Indonesia
- Harga murah
- Proses cetak cepat
- CS nya ramah-ramah^^
⠀
Fast Respon:
Bpk Deny 08 9696 17 9829
Line : percetakanpelangi
Jl.Pagarsih No.31 Bandung
Facebook : www.facebook.com/KartuUndanganKekinian
#Foto #Liputan Kesibukan di Ruang #Rias #Pengantin #Wanita yg Sedang di #MakeUp dlm Devie+Ade #Wedding di #Yogyakarta #Indonesia | #Pernikahan #Adat #Jawa #Jogja
#Photo by Poetrafoto #Photography, #Indonesian Wedding #Photographer based in Jogja Yogyakarta | #Fotografer Wedding Yogyakarta
*visit our Wedding #Photos on wedding.poetrafoto.com
*check our #WeddingBlog on poetrafoto.wordpress.com
*like our FB page on www.facebook.com/poetrafoto
*follow our Pinterest on www.pinterest.com/poetrafoto
*subscribe our Youtube on www.youtube.com/poetrafoto
*follow our twitter+instagram+line: @Poetrafoto
*HP+WhatsApp: 081229776789
#Foto Prosesi #Siraman #Pengantin Wanita dlm #Pernikahan Adat #Jawa Mryta+Andri #Wedding di #Yogyakarta #Indonesia
#Photo by Poetrafoto Photography, Indonesian Wedding Photographer based in Yogyakarta.
*visit our #weddinggallery on wedding.poetrafoto.com
*check our #weddingblog on poetrafoto.wordpress.com
*like our FB page on www.facebook.com/poetrafoto
*follow our twitter+instagram+line: @poetrafoto
*HP+WhatsApp: 081229776789
#weddingphotography #photography #javanesewedding #traditionalwedding #weddingphotographer #weddingphoto #weddingphotos #indonesianweddingphotographer #weddingphotographerindonesia #jogjaweddingphotographer #weddingphotographeryogyakarta