View allAll Photos Tagged gedung
Gedung Agung or the state building in fact is the palace for the Indonesian President, it used to be the office of Dutch Resident, the building is located by the end of Malioboro street and it was built in 1842. Available to visit by tourists with special permission.
Three images merged.
Sam Poo Kong also known as Gedung Batu Temple, is the oldest Chinese temple in Semarang, Central Java, Indonesia. Originally established by the Chinese explorer Zheng He (also known as Ma Sanbao), it is now shared by Indonesians of multiple religious denominations, including Muslims and Buddhists, and ethnicities, including Chinese and Javanese
Semarang, Central Java, Indonesia
Domestic terminal parking garage at Ngurah Rai Airport, newly built.
Gedung parkir terminal domestik Bandara Ngurah Rai, Kab Badung. Baru dibangun.
Istana kepresidenan Yogyakarta awalnya adalah rumah kediaman resmi residen Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825). Ia seorang Belanda bernama Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan Gedung Agung ini. Gedung ini didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan Belanda. Ini berawal dari keinginan adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-residen Belanda. Arsiteknya bernama A. Payen; dia ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada masa itu. Gaya bangunannya mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis.
Pecahnya Perang Diponogero (1825-1830), yang oleh Belanda disebut Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung jadi tertunda. Musibah / gempa bumi terjadi dua kali pada hari yang sama, menyebabkan tempat kediaman resmi residen Belanda itu runtuh. Namun bangunan baru didirikan dan rampung pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta, yang kini disebut Gedung Negara.
Sejarah juga mencatat bahwa pada tanggal 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi residen, melainkan gubernur. Dengan demikian, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 tersebut menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masuknya pendudukan Jepang. Beberapa Gubernur Belanda yang mendiami gedung tersebut adalah J.E Jasper (1926-1927), P.R.W van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-1940), serta L Adam (1940-1942). Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Riwayat Gedung Agung itu menjadi sangat penting dan sangat berarti tatkala pemerintahan Republik Indonesia hijrah dari Jakarta ke Yogyakarta. Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta yang mendapat julukan Kota Gudeg tersebut resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda, dan istana itu pun berubah menjadi Istana Kepresidenan sebagai kediaman Presiden Soekarno, Presiden I Republik Indonesia, beserta keluarganya. Sementara Wakil Presiden Mohammad Hatta dan keluarga ketika itu tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072 / Pamungkas, yang tidak jauh dari kompleks istana.
Sejak itu, riwayat istana (terutama fungsi dan perannya) berubah. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal 3 Juni 1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Rebulik yang masih muda itu pun dibentuk dan dilantik di Istana ini pula.
Pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948, Yogyakarta digempur oleh tentara Belanda di bawah kepemimpinan Jenderal Spoor. Peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer II itu mengakibatkan Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri, beserta beberapa pembesar lainnya diasingkan ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Brastagi dan Bangka, dan baru kembali ke Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949. Mulai tanggal tersebut, istana kembali berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden. Namun, sejak tanggal 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi kediaman Presiden.
Sebuah peristiwa sejarah yang tidak dapat diabaikan adalah fungsi Gedung Agung pada awalnya berdirinya Republik Indonesia (tanggal 3 Juni 1947). Pada saat itu Gedung Agung berfungsi sebagai tempat pelantikan Jenderal Soedirman, selaku Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selain itu, selama tiga tahun (1946-1949), gedung ini berfungsi sebagai tempat kediaman resmi Presiden I Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada masa dinas Presiden II RI, sejak tanggal 17 April 1988, Istana Kepresidenan Yogyakarta/Gedung Agung juga digunakan untuk penyelenggaraan Upacara Taruna-taruna Akabri Udara yang Baru, dan sekaligus Acara Perpisahan Para Perwira Muda yang Baru Lulus dengan Gubernur dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan, sejak tanggal 17 Agustus 1991, secara resmi Istana Kepresidenan Yogyakarta / Gedung Agung digunakan sebagai tempat memperingati Detik-Detik Proklamasi untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejalan dengan fungsinya kini, lebih dari 65 kepala negara dan kepala pemerintahan dan tamu-tamu negara, telah berkunjung atau bermalam di Gedung Agung itu. Tamu negara yang pertama berkunjung ke gedung itu adalah Presiden Rajendra Prasad dari India (1958). Pada tahun enam puluhan, Raja Bhumibol Adulyajed dari Muangthai (1960) dan Presiden Ayub Khan dari Pakistan (1960) berkunjung dan bermalam di gedung ini. Setahun kemudian (1961), tamu negara itu adalah Perdana Menteri Ferhart Abbas dari Aljazair. Pada tahun tujuh puluhan, yang berkunjung adalah Presiden D. Macapagal dari Filipina (1971), Ratu Elizabeth II dari Inggris (1974), serta Perdana Menteri Srimavo Bandaranaike dari Sri Langka (1976).
Kemudian, pada tahun delapan puluhan, tamu negara itu adalah Perdana Menteri Lee Kuan Yeuw dari Singapura (1980), Yang Dipertuan Sultan Bolkiah dari Brunei Darussalam (1984). Tamu-tamu penting lain yang pernah beristirahat di Gedung Agung, antara lain, Putri Sirindhom dari Muanghthai (1984), Ny. Marlin Quayle, Isteri Wakil Presiden Amerika Serikat (1984), Presiden F. Mitterand dari Perancis (1988), Pangeran Charles bersama Putri Diana dari Inggris (1989), dan Kepala Gereja Katolik Paus Paulus Johannes II (1989).
Pada tahun sembilan puluhan, para tamu agung yang berkunjung ke Gedung Agung itu adalah Yang Dipertuan Agung Sultan Azlan Shah dari Malaysia (1990), Kaisar Akihito Jepang (1991), dan Putri Basma dari Yordania (1996).
The Gedung Agung (English: Great Building) is one of 6 presidential palaces of Indonesia.
This building is used for receiving special and very important guests. The palace complex covers an area of approximately 4.4 hectares. It is located in front of Fort Vredeburg in Malioboro, Jalan Ahmad Yani, Yogyakarta.
Gedung Kesenian Jakarta (Batavia Schowburg), inagurated in 1821 was the first and is still a concert hall in Jakarta. I've been wanting to draw the interior of the hall and thanks to a delayed performance last night, I finally made it. So much memories of college time silliness about this building.
#sketch #livesketch #drawing #pendrawing #locationdrawing #urbansketcher #urbansketch #usk #historicalbuilding #heritage #jakarta #jakartabanget
Gedung Merdeka located on Jalan Asia Afrika Number 65 Bandung was built in 1895 as a meeting place for European people, especially who lived in Bandung and its surroundings. Most of them were the owner of the tea plantation and Dutch officers.
please read the completed story :
www.asianafrican-museum.org/gedungmerdeka.php?language=en...
Abraj Al-Bait
Gedung ini terletak di Mekah, Saudi Arabia. Tinggi dari gedung ini 601 m dan memiliki jumlah lantai sebanyak 120 lantai.
Taipei 101
Gedung ini terletak di Taipei, Taiwan. Ketinggian dari gedung ini adalah 509 m dengan jumlah lantainya sebanyak 101.
Shanghai World Financial...
Gedung Merdeka (Independence Building), Bandung, Indonesia.
The famous building that hosted the 1955 Asian-African Conference, leading to Global Non-Block Movement.
The art deco building was initially used as a recreation / socialization for Dutch people during the colonial era. When Japan invasion occurred, it was used as a cultural center and was later used by Indonesian freedom fighters as a base to confront the invasion.
Post Indonesian independence, the building was restored into becoming a meeting hall for the newborn country house of representatives. It was later on appointed as the venue to hold the Asian-African Conference as its size would allow an international scale meeting to take place at that time.
Gedung Sate is a public building in Bandung, West Java, Indonesia. It was designed according to a neoclassical design incorporating native Indonesian elements by Dutch architect J. Gerber to be the seat of the Dutch East Indies department of State Owned Enterprises (Departement van Gouvernmentsbedrijven, literally "Department of Government Industries"); the building was completed in 1920. Today, the building serves as the seat of the governor of the province of West Java, and also a museum.
Its common name, Gedung sate, is a nickname that translates literally from Indonesian to 'satay building', which is a reference to the shape of the building's central pinnacle - which resemble the shape of one of the Indonesian traditional dish called satay. The central pinnacle consists of six spheres that represents the six million gulden funded to the construction of the building.
(Wikipedia)
old photo
(best viewed in Large)
The famous building that hosted the 1955 Asian-African Conference, leading to Global Non-Block Movement.
The art deco building was initially used as a recreation / socialization for Dutch people during the colonial era. When Japan invasion occurred, it was used as a cultural center and was later used by Indonesian freedom fighters as a base to confront the invasion.
Post Indonesian independence, the building was restored into becoming a meeting hall for the newborn country house of representatives. It was later on appointed as the venue to hold the Asian-African Conference as its size would allow an international scale meeting to take place at that time.
Updated 17 August 2018
Mangga Dua's arguably most expensive hotel with price can tip around 900 thousands Rupiah per night. 15 storey, 350 rooms, including Arion Mangga Dua. This hotel was designed jointly by Laurence Lee & Partners (interior) and Paraga Arta Mida (exterior) and constructed by Jaya Konstruksi from May 1994 and completed around January 1996 (19 months). The hotel was soft opened in around March 1996 and gained its grand opening in around June 1996, thought it need more additional sources to prove this claim.
Dawn view, seen from TransJakarta bus shelter. 3 images stitched using Hugin.
Mungkin inilah hotel termahal di Mangga Dua dengan harga bisa mencapai 900 ribu rupiah semalam. 15 lantai, 350 kamar, termasuk Arion Mangga Dua. Hotel ini dirancang oleh Laurence Lee & Partners dari Amerika Serikat untuk interor dan Paraga Arta Mida untuk eksterior, dan dibangun oleh Jaya Konstruksi dari Mei 1994 hingga selesai pada Januari 1996. Tetapi hotel ini baru dibuka pada sekitar Maret 1996, dan dibuka penuh sekitar Juni 1996 (butuh bukti lebih lanjut)
Suasana pagi hari, dilihat dari stasiun bus TransJakarta. 3 foto digabung menggunakan Hugin.
Sumber: Konstruksi, Maret 1996
The new building of OHD museum was completed in 2006 with a minimalstic style. Masterpieces of five Indonesian mastro-painters are exhibited here, namely : Affandi, S Sudjojono, Hendra Gunawan, H Widayat, dan S Soedibio.
Unfortunately, the works from the famous Basoeki Abdoellah is not included in the display by the owner. :(
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gedung baru Museum OHD Magelang didesain dengan gaya minimalis dan selesai pada tahun 2006. Musem ini menampilkan 5 maestro pelukis Indonesia : Affandi, S Sudjojono, Hendra Gunawan, H Widayat, dan S Soedibio.
Sayang, gak lengkap kalau gak ada Basoeki Abdoellah. :(
Former Higher Education building, before the ministry's responsibility for higher education moved to Ministry of Research (which meant they're moved to BPPT2 building).
Eks Gedung Dikti, sebelum kewenangan Kemendikbud pada pendidikan tinggi diserahkan ke Kementerian Riset & Teknologi, yang artinya secara otomatis Dikti pindah ke gedung BPPT 2.
Gedung Sate (Satay Building) is one of the famous landmarks of Bandung City.
Built during the Dutch colonial era, the architecture combines Italian Renaissance with Asian style. The most focal point is its the building's central pinnacle - which resemble the shape of satay (traditional Indonesian barbecue).
At present, this building serves as the office of West Java Governor.
Former NILLMIJ insurance office built in 1916 and designed by Thomas Karsten, a Dutch architect and town planner. It boasts first ever elevator lift in Indonesia, predating 1950s building built in Jakarta that need lots of elevators.
Gedung asuransi Jiwasraya, awalnya dibangun pada 1916 dan adalah karya dari Thomas Karsten, arsitek kenamaan asal Belanda. Memiliki lift pertama di Indonesia.