memet metz
:::PERANG API::::::
Perang Api yang dilaksanakan pada saat pengerupukan yang dilaksanakan oleh masyarakat Adat Br.Gunung dan Umakepuh, Desa Adat Buduk, Kec.Mengwi Kab.Badung Bali sudah berlangsung dari sejak dulu yang saat ini kalau ditanyakan kepada yang umurnya paling tua tidak dapat memberikan makna yang jelas terhadap pelaksanaan perang api pada saat pengerupukan , dikatakan tetamian ( warisan ).
Untuk sarana upacara dalam agama hindu salah satu dipakai adalah “ Api “ sekarang pada umumnya memakai dupa, dulu orang memakai api dakep ( Dua serabut kelapa yang disilang didalamnya ada api), dalam pelaksanaan rentetan pengerupukan khususannya perang api yang digunakan adalah Serabut Kelapa dan api, dimana api adalah simbul keberanian, keberanian terkait dengan kesaktian / ilmu kebatinan, jaman dahulu banyak yang mempelajari ilmu kebatinan dimana sudah dipastikan adanya adu kesaktian, sudah dipastikan dalam pertandingan ada yang kalah dan ada yang menang.
Dalam pelaksanaan perang api pada saat pengerupukan dilaksanakan pada saat Sandikala yaitu jam perbatasan siang dan malam yang mempunyai makna rwa bineda ( dua yang berbeda ), dalam perang api tersebut kita saling lempar api juga memiliki makna bahwa yang kita perangi adalah musuh dalam diri kita yang sangat sulit dilumpuhkan, misalnya hawa nafsu yang besoknya hari raya nyepi kita melaksanakan Tapa Brata Penyepian .
Siapapun mereka dalam kehidupan sekarang dapat menunjukan keberanian yang positif dan kemauan dan dapat mengalahkan musuh yang ada dalam dirinya ( Sad Ripu ) maka mendapatkan ketenangan yang abadi .
please view photo with all zise....
Fire war that held when "Pengerupukan" (a day before silent day)
hosted by the society of Br.Gunung and Umakepuh, Desa adat buduk, mengwi, Badung, Bali
was a inheritance from the ancestors.
as the implementation of Pengerupukan especially on Fire war
the atribute they need is coconut fibre and fire, as fire is the symbol of bravery.
fire war being held on Sandikala (about 6pm) which is the border of day and night that have a meaning of rwa bineda (two that different),
on fire war the part when we throw fire on each other also has a meaning that the one we fight is the enemy inside each of ourselves
that really hard to defeat, like for example the lust as the next day is the silent day,
we have to do Tapa Brata penyepian
photo in kupink www.flickr.com/photos/24251447@N08/3402989773/
:::PERANG API::::::
Perang Api yang dilaksanakan pada saat pengerupukan yang dilaksanakan oleh masyarakat Adat Br.Gunung dan Umakepuh, Desa Adat Buduk, Kec.Mengwi Kab.Badung Bali sudah berlangsung dari sejak dulu yang saat ini kalau ditanyakan kepada yang umurnya paling tua tidak dapat memberikan makna yang jelas terhadap pelaksanaan perang api pada saat pengerupukan , dikatakan tetamian ( warisan ).
Untuk sarana upacara dalam agama hindu salah satu dipakai adalah “ Api “ sekarang pada umumnya memakai dupa, dulu orang memakai api dakep ( Dua serabut kelapa yang disilang didalamnya ada api), dalam pelaksanaan rentetan pengerupukan khususannya perang api yang digunakan adalah Serabut Kelapa dan api, dimana api adalah simbul keberanian, keberanian terkait dengan kesaktian / ilmu kebatinan, jaman dahulu banyak yang mempelajari ilmu kebatinan dimana sudah dipastikan adanya adu kesaktian, sudah dipastikan dalam pertandingan ada yang kalah dan ada yang menang.
Dalam pelaksanaan perang api pada saat pengerupukan dilaksanakan pada saat Sandikala yaitu jam perbatasan siang dan malam yang mempunyai makna rwa bineda ( dua yang berbeda ), dalam perang api tersebut kita saling lempar api juga memiliki makna bahwa yang kita perangi adalah musuh dalam diri kita yang sangat sulit dilumpuhkan, misalnya hawa nafsu yang besoknya hari raya nyepi kita melaksanakan Tapa Brata Penyepian .
Siapapun mereka dalam kehidupan sekarang dapat menunjukan keberanian yang positif dan kemauan dan dapat mengalahkan musuh yang ada dalam dirinya ( Sad Ripu ) maka mendapatkan ketenangan yang abadi .
please view photo with all zise....
Fire war that held when "Pengerupukan" (a day before silent day)
hosted by the society of Br.Gunung and Umakepuh, Desa adat buduk, mengwi, Badung, Bali
was a inheritance from the ancestors.
as the implementation of Pengerupukan especially on Fire war
the atribute they need is coconut fibre and fire, as fire is the symbol of bravery.
fire war being held on Sandikala (about 6pm) which is the border of day and night that have a meaning of rwa bineda (two that different),
on fire war the part when we throw fire on each other also has a meaning that the one we fight is the enemy inside each of ourselves
that really hard to defeat, like for example the lust as the next day is the silent day,
we have to do Tapa Brata penyepian
photo in kupink www.flickr.com/photos/24251447@N08/3402989773/