Back to photostream

Sektor penyiaran di Indonesia tidak akan lebih baik

 

 

Maafkan kalau hari ini saya bawa dua kabar buruk.

 

Kabar buruk pertama adalah bahwa sektor penyiaran di Indonesia tidak akan lebih baik, setidaknya dalam tiga tahun ke depan. Layar TV Anda akan tetap dipenuhi muatan tak bermutu seperti kekerasan, gosip, atau objektivikasi perempuan. Anda yang di luar Jakarta apalagi di luar Jawa harus sabar dicekoki konten yang jakartasentris. Anda juga tak boleh mengeluh kalau tak ada tayangan yang pas untuk anak Anda. Kelompok difabel, masyarakat adat, kaum miskin kota, dan kelompok minoritas lainnya, Anda-anda ini jangan berharap banyak kalau hak Anda atas informasi terpenuhi, tidak dilecehkan di TV saja itu sudah kemajuan. Kepemilikan media juga akan tetap terkonsentrasi di secuil orang, dan mereka bebas memborbardir rumah Anda dengan propaganda politik.

 

Apa pasal?

 

Semalam di Senayan, setelah melalui proses fit and proper test, Komisi 1 DPR telah memilih 9 orang dari 27 kandidat untuk menjadi komisioner KPI Pusat untuk periode 2016-2019. Sembilan orang inilah yang akan ditugasi untuk mengatur penyiaran di Indonesia. Sembilan orang inilah yang diharapkan melindungi hak-hak Anda dalam sektor televisi dan radio. Siapa saja mereka?

 

Saya tidak tahu banyak tentang mereka. Kebanyakan dari mereka tidak ada sidik jarinya dalam bidang penyiaran selama ini. Ada seorang dosen yang malah lebih banyak bicara soal terorisme dan politik, itu pun dalam mutu di bawah standar. Ada seorang doktor komunikasi yang kalau di-Googling Anda akan lebih mudah menemukan konten branding image-nya ketimbang artikelnya. Orang ini memimpin organisasi sarjana komunikasi terbesar di Indonesia, yang kalau bikin konferensi mengundang pejabat sebagai pembicara kunci ketimbang sesama sarjana.

 

Ada juga seorang lain berprofesi sebagai dosen, yang seperti nama lainnya tidak ada jejak dalam isu penyiaran. Namanya malah ada dalam pemberitaan kasus korupsi, dan oleh Fraksi Gerindra kasusnya itu juga dipertanyakan dalam fit and proper test. Ajaibnya, orang ini justru mendapat suara paling banyak.

 

Ada juga seorang bekas wartawan yang menikah dengan aktris yang belakangan menjadi politikus Golkar terpilih sebagai komisioner. Saya tidak tahu juga kiprahnya di penyiaran. Sulit untuk tidak curiga bahwa posisi istrinya berperan besar dalam kelolosannya.

 

Satu nama yang patut distabilokan adalah S. Rahmat Arifin. Mantan penyiar radio dan komisioner KPID Jogja, Rahmat adalah seorang petahana yang kinerjanya buruk selama 3 tahun menjadi komisioner KPI. Saya punya pengalaman buruk dengannya.

 

Tiga tahun lalu saya dan teman-teman kurang lebih 100-an orang menggeruduk KPI. Kami menuntut KPI menindak stasiun TV yang partisan menjelang Pemilu 2014. Sebagai simbolisme, kami gotong kotak gede dari Bunderan HI ke kantor KPI yang isinya petisi yg ditandatangi ribuan orang di Change.org. Sekitar satu minggu setelahnya saya dan Rahmat jadi pembicara dalam diskusi yang digelar Tempo. Tahu apa yang Rahmat katakan? "Mereka bawa kardus besar. Kirain isinya apaan, eh cuma kertas!"

 

Lalu bagaimana dengan nama-nama terpilih lainnya? Bahkan Google pun menyerah melacak mereka.

 

Komposisi baru komisioner KPI inilah kabar buruk itu, saudara-saudara! Komisi 1 DPR yang melahirkan keterukan ini. Memang, DPR itu ajaib, karena kalau tidak ajaib bukan DPR. Bukankah ajaib ketika dinosaurus masih berkeliaran di era Pokemon Go?

 

Ada 2 nama yang secara objektif dan subjektif saya unggulkan untuk terpilih menjadi komisioner KPI: Ignatius Haryanto dan Redemptus Kristiawan. Penilaian objektif datang dari melihat kiprah mereka dalam lebih dari 10 tahun terakhir di bidang media, baik berupa gagasan dalam tulisan maupun terlibat dalam advokasi bidang penyiaran (silakan googling mereka). Tapi penilaian ini juga subjektif karena kedekatan saya dengan mereka baik sebagai kawan kerja maupun senior yang kerap saya mintai pendapat dan nasihatnya.

 

Performa mereka dalam fit and proper test mendapat pujian dari banyak kalangan. Anda bisa juga memeriksa Remotivi yang melalui akun Twitter-nya melaporkan semua proses di DPR. Berapa suara untuk mereka? Masing-masing mendapat nol bulat, alias tidak ada yang memilih mereka sama sekali.

 

Buat saya, hasil ini bukan saja cermin dari absennya akal dewan rakyat dan praktik politik yang terbelakang dan terpasung kekuatan modal. Tapi keadaan ini juga adalah kombinasi dari advokasi penyiaran masyarakat sipil yang elitis, minimnya pemantauan oleh media (dalam pengamatan saya yang terbatas, hanya Kompas yang dengan konsisten memberitakan proses ini sedari awal), dan tiadanya infrastruktur pengetahuan publik soal penyiaran.

 

Hari ini adalah hari yang sama seperti tiga tahun lalu (baca tulisan Indah Wulandari: parkiranide.wordpress.com/2013/07/18/menguji-kelayakan-dp... atau laporan Tempo: investigasi.tempo.co/kpi/). Kita kecewa dan sakit hati bersama (ah, mungkin saya saja :p). Pada tiga tahun mendatang, saya tidak mau kembali mengalami kegeraman ini. Harus ada yang diubah secara radikal. Harus.

 

Oya, kabar buruk kedua adalah pajak Anda dipakai untuk memberi makan-minum dinosaurus. Ini juga termasuk untuk memandikan mereka, membelikan jas-dasi-kosmetik, dan mengongkosi vitamin penguat otak mereka.

 

*tulisan ini adalah pendapat pribadi

 

Source: fb.com/photo.php?fbid=10154374660164834&set=a.432921439833.204962.692354833&type=3&theater

 

dahtaukah.com/sektor-penyiaran-di-indonesia-tidak-akan-le...

891 views
0 faves
0 comments
Uploaded on July 20, 2016