Back to album

Jalan Ijen Malang

Jalan Ijen Membicarakan tentang Kota Malang, tidak akan lengkap rasanya tanpa membahas Jalan Ijen. Bagi yang belum pernah mendengar, Jalan Ijen adalah kawasan jalan paling prestisius di Kota Malang. Taman bunga sebagai pembatas antar lajur jalan, pedestrian yang rapi, rumah-rumah yang masih mempertahankan bentuk lawasnya, semua dibalut dalam jejeran palem raja yang berderet rapi. Tidak salah jika Jalan Ijen sempat menjadi taman terindah se-Asia Tenggara pada tahun 1970-an. Bahkan sampai sekarang pun, keindahannya masih tetap memukau. Jalan Ijen merupakan satu dari sekian peninggalan arsitektur Belanda yang masih berdiri kokoh hingga sekarang. Kawasan di Jalan Ijen sendiri memang mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Kota Malang. Demi menjaga keasrian dan keetnikannya, Jalan Ijen ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Kompensasinya, setiap penghuni Jalan Ijen dihimbau untuk tidak merubah bangunan-bangunan di lokasi tersebut. Terutama bangunan yang telah berdiri lebih dari 50 tahun. Himbauan dari pemerintah termasuk larangan untuk menggunakan bangunan di kawasan Jalan Ijen sebagai tempat usaha. Jalan Ijen tidak akan hadir tanpa campur tangan Ir. Herman Thomas Karsten. Ir. Herman Thomas Karsten adalah sosok besar dibalik kecantikan Jalan Ijen. Karsten merancang Jalan Ijen pada tahun 1914, sebagai salah satu landmark Kota Malang yang kala itu masih berada di bawah kepemimpinan Belanda. Nama Karsten sendiri cukup kondang di kalangan pecinta arsitektur dalam negeri. Banyak hasil karyanya yang masih monumental dan mengundang decak kagum hingga sekarang. Selain Jalan Ijen, Stasiun Balapan Solo, Lapangan Monas, serta Taman Diponegoro Semarang adalah bukti kelihaiannya sebagai seorang arsitek. Karsten merancang Jalan Ijen sedemikian rupa, sehingga tidak hanya cantik untuk dilihat, melainkan juga menyenangkan untuk ditinggali. Sekaligus, memudahkan pengguna jalan, baik pejalan kaki maupun pengguna kendaraan bermotor. Satu abad yang lalu dari sekarang, tentu tidak mudah untuk memperkirakan lebar jalan yang cukup nyaman untuk dua buah mobil berjalan beriringan tanpa mengganggu pengguna pedestrian. Belum lagi titik-titik putar balik yang tidak terlalu jauh serta tidak terlalu dekat sehingga memudahkan petugas lalu lintas untuk mengurai kemacetan. Tidak heran jika sekarang, meskipun Jalan Ijen menjadi salah satu kawasan dengan lalu lintas yang cukup padat di Malang, sangat jarang mengalami kemacetan. Struktur dan desain yang penuh petimbangan itu pula yang membuat Jalan Ijen menjadi pilihan venue favorit untuk menggelar berbagai festival. Yang paling terkenal, tentu saja, festival tahunan Malang Tempo Doeloe yang digelar setiap pertengahan tahun. Selain Malang Tempo Doeloe, Malang Flower & Fashion Festival juga mulai menyemerakkan Jalan Ijen sejak tahun 2010. Beberapa pagelaran lain pun ikut mengambil tempat. Misalnya karnaval untuk memperingati hari kemerdekaan, marching band, atau sekedar jalan sehat yang digelar berbagai perusahaan . Setiap hari minggu, mulai pukul 05.00 hingga pukul 10.00, kawasan Jalan Ijen tertutup bagi kendaraan bermotor karena diberlakukan Car Free Day. Car Free Day ini pun cukup menyenangkan, banyak warga dari beragam usia dan status sosial tumplek blek jadi satu berolahraga bagi bersama. Komunitas sepeda adalah salah satu komunitas yang hampir selalu menantikan datangnya Car Free Day. Tidak sedikit pula yang menggunakan sepatu roda dan skateboard. Beberapa lainnya cukup berjalan-jalan sambil menikmati hirupan udara bebas kepulan asap. Di luar Car Free Day atau pun festival-festival lainnya, Anda tetap bisa menikmati cantiknya Jalan Ijen. Banyak lokasi-lokasi penting terletak di sini. Dari arah Jalan Oro-Oro Dowo, yang pertama kali menarik perhatian adalah Gereja Katedral Ijen. Gereja ini sebenarnya bernama Gereja Santa Maria Bunda. Namun karena terletak di Jalan Ijen dan memiliki gaya khas kolonial Belanda, gereja ini kemudian lebih dikenal dengan nama Gereja Katedral Ijen. Lanjut dari Gereja Katedral Ijen, Anda akan menemui Perpustakaan Kota Malang yang memiliki gaya bangunan lawas pula. Bedanya, jika Gereja Katedral Ijen mengingatkan kita pada akan kemegahan arsitektur Belanda kuno, Perpustakaan Kota Malang ini lebih mirip seperti sekolah jaman dulu. Tempat orang-orang pribumi kaya dan keturunan Belanda menimba ilmu. Di depan Perpustakaan Kota Malang, Anda bisa melihat sebuah monumen tinggi yang khas dengan melati di atasnya. Bunga melati berwarna coklat itu sebenarnya merupakan penghargaan dan apresiasi atas terbentuknya sekolah Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR merupakan cikal bakal TNI kebanggaan kita sekarang. Sekolah TKR yang memiliki nama Sekolah Tentara Divisi VII Suropati tersebut terkenal dengan simbol bunga melatinya. Maka diambillah bunga melati sebagai bentuk monumen atas kebanggaan warga terhadap TKR. Tepat di depan Monumen Melati, Museum Brawijaya dibangun untuk mengenang sejarah perjuangan arek-arek Malang dalam meraih kemerdekaan. Malam hari, lokasi di depan Museum Brawijaya.

2,143 views
1 fave
0 comments
Uploaded on October 24, 2015