E-Wonosobo
Mbah Amin Juru Kunci Gunung Sindoro
Mendaki Puncak Sindoro Hanya Cukup 15 Menit
e-wonosobo - Mbah Amin, dimata para komunitas pendaki utamanya yang mengunjungi Gunung Sindoro sangat dikenal. Karena hampir tiap pendaki yang akan menaiki gunung yang membatasi Kabupaten Wonosobo – Temanggung tersebut selalu mampir ke rumahnya.
Mbah Amin, oleh pendaki dikenal sebagai juru kunci yang mempunyai hubungan dekat dengan para penghuni Sindoro. Bahkan bisa berkomunikasi langsung dengan tiga kyai yang konon mbaurekso (merawat) gunung yang gagah berdiri di sebelah Timur Kabupaten Wonosobo itu.
Kemarin (10/12) wartawan koran ini bertemu dengan Mbah Amin di rumahnya, di Desa Sigedang Kecamatan Kejajar, atau berjarak sekitar 4 kilometer dari puncak Sindoro. Amin bersama keluarganya tinggal di rumah cukup sederhana, bangunannya tidak cukup besar. pada jendela rumahnya banyak ditempel striker dari beragam komunitas pendaki gunung. Maklum, bagi para pendaki rumah Mbah Amin kerap dijadikan basecamp pendaki, dari sekedar mampir bahkan ada yang kerap menginap di rumah itu.
“Dengan para pendaki saya sudah seperti saudara. Ya saya anggap anak yang mendaki seperti anak sendiri,” ujar pria beruban berusia 54 tahun itu.
Mbah Amin berkisah, dia dikenal sebagai juru kunci Sindoro sejak tahun 1984. Sebelumnya, dia diajak oleh Ali Sutarjo yang dia sebut sebagai guru spiritualnya. Saat itu, dia diajak mendaki Sindoro selama tiga hari tiga malam mengelilingi seluruh tubuh Sindoro. Selama perjalanan itu, dia ditunjukan semua lokasi yang ada di Sindoro. Ali Sutarjo menyebutkan, di Sindoro terdapat tiga Kyai yang mbaurekso (menjaga) meliputi Kyai Tunggul, Kyai Maduretno serta Kyai Makukuhan. Tiga kyai ini mempunyai kapling area sendiri-sendiri termasuk di kawasan Kawah Jolotundo yang saat ini tengah aktif.
“ Selama tiga malam itu saya cuma diajak keliling, tidak ada pesan lain dari guru saya selain mengenalkan tiga nama itu,” Kata Suami dari Nikmah ini.
Setelah pejalanan tersebut, Bapak berputra tiga ini menuturkan, pada tanggal 10 Syura, Gurunya memerintahkan kepada dia agar naik sendiri ke Gunung Sindoro dengan rute seperti yang dilakukan bersama gurunya. Dia bercerita, pada saat itu dia bertemu dengan seseorang yang menitipkan sebuah barang dan diterimanya.
“ Saya tidak kenal benar orang tersebut, kemudian barang yang dititipkan tersebut saya bawa pulang,” jelas Bapak dari Khusnurofingah, Emi Evayanti dan Adi Suherman ini.
Sejak saat itu, Amin mengatakan kerap mendapatkan pesan dari tiga sosok kyai yang pernah diceritakan oleh gurunya, yakni Kyai Tunggul, Kyai Maduretno serta Kyai Makukuhan. Semakin lama, dia semakin intens berkomunikasi dalam memantau kawasan Sindoro.
“ untuk melakukan komunikasi biasanya saya lakukan setelah sepi, diatas jam satu malam,”katanya.
Kendati kerap berkomunikasi dengan para penghuni Sindoro, Pria yang sehari-hari bertani ini oleh sejumlah tetangga saat itu belum dikenal sebagai juru kunci. Namun, pada kisaran tahun 80_an saat itu terdapat sejumlah pemuda pendaki yang kesurupan saat mendaki Sindoro. Setelah kesurupan cukup lama tidak ada yang bisa mengobati, baru bisa siuman setelah ditangani oleh Amin.
“ Setelah itu, hampir semua pendaki yang akan ke Sindoro selalu mampir ke rumah saya, bahkan dijadikan basecamp,”ujarnya.
Saat ini, kondisi Sindoro oleh Badan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (BPVMG) berstatus waspada karena sejak Oktober lalu aktivitas Kawah Jalatundo terus meningkat. Menurut Mbah Amin, sebetulnya indikasi aktivitas Sindoro sudah berlangsung sejak 16 September lalu. Informasi itu dia dapat dari Kyai yang merawat Gunung itu.
“ Esok harinya, saya menuyuruh Pendaki untuk mengunjungi Kawah Jalatunda, dia cerita katanya ada getaran, namun saya tidak jelaskan apa maksud saya memerintahkan dia ke Sindoro,”katanya.
Menurutnya, sebelum mengeluarkan asap, pada 17 September di dalam kawah sudah terjadi getaran, namun baru terdeteksi pada Oktober lalu oleh petugas pemantau dan pengawas Gunung Sindoro.
“ Saya tidak mungkin bercerita ini lebih awal, mengko diarani ndingini kerso ( nanti dikira mendahului kehendaknya),”katanya.
Sejak sindoro mulai bergetar, hampir tiap malam diatas jam satu Amin tidak pernah tidur, dia selalu melakukan komunikasi secara intensif dengan para kyai yang konon menjadi penghuni Sindoro. Dia menyebutkan, bahwa penanda aktivitas Sindoro ini akan terus naik atau kembali tenang ditentukan pada Malam Selasa Kliwon 13 Desember mendatang tepat tanggal 17 Syura.
“ Kita tunggu saja Selasa Kliwon minggu depan, kita berharap semuanya akan baik-baik saja,” katanya.
Menurutnya, agar tanda –tanda alam Sindoro akan membaik. Pada Selasa depan harus digelar selamatan yang tidak boleh tertinggal acara seribu sholawat. Selain itu, dalam acara tersebut harus dihadari oleh Bupati Wonosobo.
“ Kyai Tunggul menghendaki sek udek-udek serta utek-utek wilayah Sindoro kudu teko, ya Bupati itu,”katanya.
Mbah Amin mengatakan, penanda paling bahaya setelah Selasa Kliwon pekan depan apabila teradapat angin kencang, maka akan sangat berbahaya. Karena dengan penanda ini kemungkinan aktivitas Sindoro terus meningkat.
“ acara pada Selasa Kliwon itu bentuk permohonan, kalaupun Sindoro naik statusnya, tidak ada satupun warga yang jadi korban,” pungkasnya.(rase)
Mbah Amin Juru Kunci Gunung Sindoro
Mendaki Puncak Sindoro Hanya Cukup 15 Menit
e-wonosobo - Mbah Amin, dimata para komunitas pendaki utamanya yang mengunjungi Gunung Sindoro sangat dikenal. Karena hampir tiap pendaki yang akan menaiki gunung yang membatasi Kabupaten Wonosobo – Temanggung tersebut selalu mampir ke rumahnya.
Mbah Amin, oleh pendaki dikenal sebagai juru kunci yang mempunyai hubungan dekat dengan para penghuni Sindoro. Bahkan bisa berkomunikasi langsung dengan tiga kyai yang konon mbaurekso (merawat) gunung yang gagah berdiri di sebelah Timur Kabupaten Wonosobo itu.
Kemarin (10/12) wartawan koran ini bertemu dengan Mbah Amin di rumahnya, di Desa Sigedang Kecamatan Kejajar, atau berjarak sekitar 4 kilometer dari puncak Sindoro. Amin bersama keluarganya tinggal di rumah cukup sederhana, bangunannya tidak cukup besar. pada jendela rumahnya banyak ditempel striker dari beragam komunitas pendaki gunung. Maklum, bagi para pendaki rumah Mbah Amin kerap dijadikan basecamp pendaki, dari sekedar mampir bahkan ada yang kerap menginap di rumah itu.
“Dengan para pendaki saya sudah seperti saudara. Ya saya anggap anak yang mendaki seperti anak sendiri,” ujar pria beruban berusia 54 tahun itu.
Mbah Amin berkisah, dia dikenal sebagai juru kunci Sindoro sejak tahun 1984. Sebelumnya, dia diajak oleh Ali Sutarjo yang dia sebut sebagai guru spiritualnya. Saat itu, dia diajak mendaki Sindoro selama tiga hari tiga malam mengelilingi seluruh tubuh Sindoro. Selama perjalanan itu, dia ditunjukan semua lokasi yang ada di Sindoro. Ali Sutarjo menyebutkan, di Sindoro terdapat tiga Kyai yang mbaurekso (menjaga) meliputi Kyai Tunggul, Kyai Maduretno serta Kyai Makukuhan. Tiga kyai ini mempunyai kapling area sendiri-sendiri termasuk di kawasan Kawah Jolotundo yang saat ini tengah aktif.
“ Selama tiga malam itu saya cuma diajak keliling, tidak ada pesan lain dari guru saya selain mengenalkan tiga nama itu,” Kata Suami dari Nikmah ini.
Setelah pejalanan tersebut, Bapak berputra tiga ini menuturkan, pada tanggal 10 Syura, Gurunya memerintahkan kepada dia agar naik sendiri ke Gunung Sindoro dengan rute seperti yang dilakukan bersama gurunya. Dia bercerita, pada saat itu dia bertemu dengan seseorang yang menitipkan sebuah barang dan diterimanya.
“ Saya tidak kenal benar orang tersebut, kemudian barang yang dititipkan tersebut saya bawa pulang,” jelas Bapak dari Khusnurofingah, Emi Evayanti dan Adi Suherman ini.
Sejak saat itu, Amin mengatakan kerap mendapatkan pesan dari tiga sosok kyai yang pernah diceritakan oleh gurunya, yakni Kyai Tunggul, Kyai Maduretno serta Kyai Makukuhan. Semakin lama, dia semakin intens berkomunikasi dalam memantau kawasan Sindoro.
“ untuk melakukan komunikasi biasanya saya lakukan setelah sepi, diatas jam satu malam,”katanya.
Kendati kerap berkomunikasi dengan para penghuni Sindoro, Pria yang sehari-hari bertani ini oleh sejumlah tetangga saat itu belum dikenal sebagai juru kunci. Namun, pada kisaran tahun 80_an saat itu terdapat sejumlah pemuda pendaki yang kesurupan saat mendaki Sindoro. Setelah kesurupan cukup lama tidak ada yang bisa mengobati, baru bisa siuman setelah ditangani oleh Amin.
“ Setelah itu, hampir semua pendaki yang akan ke Sindoro selalu mampir ke rumah saya, bahkan dijadikan basecamp,”ujarnya.
Saat ini, kondisi Sindoro oleh Badan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (BPVMG) berstatus waspada karena sejak Oktober lalu aktivitas Kawah Jalatundo terus meningkat. Menurut Mbah Amin, sebetulnya indikasi aktivitas Sindoro sudah berlangsung sejak 16 September lalu. Informasi itu dia dapat dari Kyai yang merawat Gunung itu.
“ Esok harinya, saya menuyuruh Pendaki untuk mengunjungi Kawah Jalatunda, dia cerita katanya ada getaran, namun saya tidak jelaskan apa maksud saya memerintahkan dia ke Sindoro,”katanya.
Menurutnya, sebelum mengeluarkan asap, pada 17 September di dalam kawah sudah terjadi getaran, namun baru terdeteksi pada Oktober lalu oleh petugas pemantau dan pengawas Gunung Sindoro.
“ Saya tidak mungkin bercerita ini lebih awal, mengko diarani ndingini kerso ( nanti dikira mendahului kehendaknya),”katanya.
Sejak sindoro mulai bergetar, hampir tiap malam diatas jam satu Amin tidak pernah tidur, dia selalu melakukan komunikasi secara intensif dengan para kyai yang konon menjadi penghuni Sindoro. Dia menyebutkan, bahwa penanda aktivitas Sindoro ini akan terus naik atau kembali tenang ditentukan pada Malam Selasa Kliwon 13 Desember mendatang tepat tanggal 17 Syura.
“ Kita tunggu saja Selasa Kliwon minggu depan, kita berharap semuanya akan baik-baik saja,” katanya.
Menurutnya, agar tanda –tanda alam Sindoro akan membaik. Pada Selasa depan harus digelar selamatan yang tidak boleh tertinggal acara seribu sholawat. Selain itu, dalam acara tersebut harus dihadari oleh Bupati Wonosobo.
“ Kyai Tunggul menghendaki sek udek-udek serta utek-utek wilayah Sindoro kudu teko, ya Bupati itu,”katanya.
Mbah Amin mengatakan, penanda paling bahaya setelah Selasa Kliwon pekan depan apabila teradapat angin kencang, maka akan sangat berbahaya. Karena dengan penanda ini kemungkinan aktivitas Sindoro terus meningkat.
“ acara pada Selasa Kliwon itu bentuk permohonan, kalaupun Sindoro naik statusnya, tidak ada satupun warga yang jadi korban,” pungkasnya.(rase)