Back to photostream

NABI KHIDIR sang misterius

Biografi Al-Khiḍr (kanan) dan Dzu al- Qarnayn (yang selalu dihubungkan

dengan Alexander the Great), takjub dengan penglihatannya terhadap

seekor ikan air asin yang kembali hidup ketika ditaruh ke dalam Air

Kehidupan. Khidir Al-Khiḍr (Arab: رضخلا

, Khaḍr, Khaḍer, al-Khaḍir) adalah seorang nabi misterius yang

dituturkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dalam Surah Al-Kahfi ayat 65-82.

Selain kisah tentang

nabi Khidir yang mengajarkan

tentang ilmu dan kebijaksanaan

kepada Nabi Musa asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir

tidak banyak disebutkan. Dalam bukunya yang berjudul

“Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel,

Khidr dianggap sebagai salah

satu nabi dari empat nabi dalam

kisah Islam dikenal sebagai

‘ Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘ Abadi’ . Tiga lainnya adalah

Idris,Ilyas,isa. [1] Khidr abadi karena ia dianggap telah meminum air

kehidupan. Ada beberapa

pendapat yang menyatakan

bahwa Khidr adalah masih sama

dengan seseorang yang bernama Elia.[2] Ia juga diidentifikasikan

sebagai St. George.[3] Diantara pendapat awal para cendikiawan

Barat, Rodwell menyatakan

bahwa “Karakter Khidr dibentuk dari Yitro.”[4] Dalam kisah literatur

Islam, satu orang bisa bermacam-macam

sebutan nama dan julukan yang

telah disandang oleh Khidir.

Beberapa orang mengatakan

Khidir adalah gelarnya; yang

lainnya menganggapnya sebagai nama julukan.[5] Khidir telah disamakan

dengan St. George,

dikenal sebagai “Elia versi Muslim” dan juga dihubungkan dengan

Pengembara abadi.[6] Para cendikiawan telah

menganggapnya dan

mengkarakterkan sosoknya

sebagai orang suci, nabi,

pembimbing nabi yang misterius

dan lain lain. Etimologi Al-Khiḍr secara harfiah berarti 'Seseorang yang Hijau'

melambangkan kesegaran jiwa,

warna hijau melambangkan

kesegaran akan pengetahuan

“berlarut langsung dari sumber kehidupan.” Dalam situs Encyclopædia

Britannica, dikatakan bahwa Khidir memiliki

telah diberikan sebuah nama,

yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.Menurut Syaikh Imam M.

Ma’ rifatullah al-Arsy, Segitiga Bermuda merupakan tempat titik

terujung di dunia ini. Ditengah

kawasan itu terdapat sebuah

telaga yang airnya dapat

membuat siapa saja yg

meminumnya menjadi panjang

umur, ditempat itu pula Khidr bertahta sebagai penjaga

sumber air kehidupan tersebut. [7] Teguran Allah kepada Musa Kisah

Musa dan Khiḍr dituturkan oleh Al-Qur'an dalam Surah Al- Kahf ayat

65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahawa beliau

mendengar nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari, Musa berdiri di

khalayak Bani Israil lalu beliau

ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku”

Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firman-Nya,

“Sesungguhnya di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di

pertemuan dua lautan dan dia

lebih berilmu daripada kamu.” Lantas Musa pun bertanya,

“Wahai Tuhanku, dimanakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman,

“Bawalah bersama- sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya

ikan

tersebut hilang, di situlah kamu

akan bertemu dengan hamba-Ku

itu.” Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan yang

kuat dalam diri Nabi Musa untuk menemui hamba yang shalih itu.

Di samping itu, Nabi Musa juga

ingin sekali mempelajari ilmu dari

Hamba Allah tersebut. Musa kemudiannya menunaikan

perintah Allah itu dengan

membawa ikan di dalam wadah

dan berangkat bersama-sama

pembantunya yang juga

merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun. Mereka berdua akhirnya sampai

di sebuah batu dan memutuskan untuk beristirahat sejenak

karena telah menempuh

perjalanan cukup jauh. Ikan yang

mereka bawa di dalam wadah itu

tiba-tiba meronta-ronta dan

selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah SWT membuatkan aliran

air untuk memudahkan ikan

sampai ke laut. Yusya` tertegun

memperhatikan kebesaran Allah

menghidupkan semula ikan yang

telah mati itu. Selepas menyaksikan peristiwa

yang sungguh menakjubkan dan

luar biasa itu, Yusya' tertidur

dan ketika terjaga, beliau lupa

untuk menceritakannya kepada

Musa Mereka kemudiannya meneruskan lagi perjalanan siang

dan malamnya dan pada

keesokan paginya, “ Nabi Musa berkata kepada

Yusya` “Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya

kita telah merasa letih karena

perjalanan kita ini.” (Surah Al- Kahfi : 62) ” Ibn `Abbas berkata,

“Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih

sehingga baginda melewati

tempat yang diperintahkan oleh

Allah supaya menemui hamba-Nya

yang lebih berilmu itu.” Yusya’ berkata kepada Nabi Musa, “ “Tahukah

guru bahwa ketika kita mencari tempat berlindung

di batu tadi, sesungguhnya aku

lupa (menceritakan tentang)

ikan itu dan tidak lain yang

membuat aku lupa untuk

menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk

kedalam laut itu dengan cara yang amat aneh.” (Surah Al- Kahfi : 63) ”

Musa segera teringat sesuatu,

bahwa mereka sebenarnya

sudah menemukan tempat

pertemuan dengan hamba Allah yang sedang dicarinya tersebut.

Kini, kedua-dua mereka berbalik

arah untuk kembali ke tempat

tersebut yaitu di batu yang

menjadi tempat persinggahan

mereka sebelumnya, tempat bertemunya dua buah lautan. “ Musa berkata,

“Itulah tempat yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak

mereka

semula. (Surah Al-Kahfi : 64) ” Terdapat banyak pendapat

tentang tempat pertemuan Musa

dengan Khidir. Ada yang

mengatakan bahawa tempat

tersebut adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat

bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain

mengatakan

bahwa lautan tersebut terletak

di tempat pertemuan antara

Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Di samping itu, ada juga yang

mengatakan bahwa lautan

tersebut terletak di sebuah

tempat yang bernama Ras

Muhammad yaitu antara Teluk

Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah. Persyaratan belajar Setibanya

mereka di tempat

yang dituju, mereka melihat

seorang hamba Allah yang

berjubah putih bersih. Nabi Musa

pun mengucapkan salam

kepadanya. Khidir menjawab salamnya dan bertanya, “Dari mana datangnya

kesejahteraan

di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan? Siapakah kamu” Jawab Musa,

“Aku adalah Musa.” Khidir bertanya lagi, “Musa dari Bani Isra’ il?”

Nabi Musa menjawab, “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan

dapat mengajarkan sebagian ilmu

dan kebijaksanaan yang telah

diajarkan kepada tuan.” Khidir menegaskan,

“Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar

bersama-samaku.” (Surah Al- Kahfi : 67) “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu

yang kumiliki

ini ialah sebahagian daripada ilmu

karunia dari Allah yang diajarkan

kepadaku tetapi tidak diajarkan

kepadamu wahai Musa. Kamu

juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak

kuketahuinya.” “ Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan mendapati diriku

sebagai seorang yang sabar dan

aku tidak akan menentang tuan

dalam sesuatu urusan

pun.” (Surah Al-Kahfi : 69) ” “ Dia (Khidir) selanjutnya

mengingatkan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah

kamu menanyakan kepadaku

tentang sesuatu pun sehingga

aku sendiri menerangkannya

kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70) ” Perjalanan Khidr dan Musa

Demikianlah seterusnya Musa

mengikuti Khidir dan terjadilah

beberapa peristiwa yang menguji

diri Musa yang telah berjanji

bahawa baginda tidak akan

bertanya sebab sesuatu tindakan diambil oleh Nabi Khidir.

Setiap tindakan Nabi Khidir a.s.

itu dianggap aneh dan membuat

Nabi Musa terperanjat. Kejadian yang pertama adalah

saat Nabi Khidir menghancurkan perahu yang ditumpangi mereka bersama.

Nabi Musa tidak kuasa

untuk menahan hatinya untuk

bertanya kepada Nabi Khidir. Nabi

Khidir memperingatkan janji Nabi

Musa, dan akhirnya Nabi Musa

meminta maaf karena kalancangannya mengingkari

janjinya untuk tidak bertanya

terhadap setiap tindakan Nabi

Khidir. Selanjutnya setelah mereka

sampai di suatu daratan, Nabi

Khidir membunuh seorang anak

yang sedang bermain dengan

kawan-kawannnya. Peristiwa

pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidir tersebut membuat

Nabi Musa tak kuasa untuk

menanyakan hal tersebut

kepada Nabi Khidir. Nabi Khidir

kembali mengingatkan janji Nabi

Musa, dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk tidak

bertanya-tanya terhadap segala

sesuatu yang dilakukan oleh Nabi

Khidir, jika masih bertanya lagi

maka Nabi Musa harus rela untuk

tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidir. Selanjutnya mereka melanjutkan

perjalanan hingga sampai disuatu

wilayah perumahan. Mereka

kelelahan dan hendak meminta

bantuan kepada penduduk

sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan

tidak mau menerima kehadiran

mereka, hal ini membuat Nabi

Musa merasa kesal terhadap

penduduk itu. Setelah

dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidir malah menyuruh Nabi Musa

untuk bersama-samanya

memperbaiki tembok suatu

rumah yang rusak di daerah

tersebut. Nabi Musa tidak kuasa

kembali untuk bertanya terhadap sikap Nabi Khidir ini

yang membantu memperbaiki

tembok rumah setelah penduduk

menzalimi mereka. Akhirnya Nabi

Khidir menegaskan pada Nabi

Musa bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa untuk

menjadi muridnya dan Nabi Musa tidak diperkenankan untuk terus

melanjutkan perjalannya

bersama dengan Nabi Khidir. Selanjutnya Nabi Khidir

menjelaskan mengapa beliau

melakukan hal-hal yang membuat

Nabi Musa bertanya. Kejadian

pertama adalah Nabi Khidir

menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu

itu dimiliki oleh seorang yang

miskin dan di daerah itu

tinggallah seorang raja yang

suka merampas perahu miliki

rakyatnya. Kejadian yang kedua, Nabi Khidir

menjelaskan bahwa beliau

membunuh seorang anak karena

kedua orang tuanya adalah

pasangan yang beriman dan jika

anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya

menjadi orang yang sesat dan

kufur. Kematian anak ini

digantikan dengan anak yang

shalih dan lebih mengasihi kedua

bapak-ibunya hingga ke anak cucunya. Kejadian yang ketiga (terakhir),

Nabi Khidir menjelaskan bahwa

rumah yang dinding diperbaiki itu

adalah milik dua orang kakak

beradik yatim yang tinggal di kota tersebut. Didalam rumah

tersebut tersimpan harta benda

yang ditujukan untuk mereka

berdua. Ayah kedua kakak

beradik ini telah meninggal dunia

dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah

tersebut runtuh, maka bisa

dipastikan bahwa harta yang

tersimpan tersebut akan

ditemukan oleh orang-orang di

kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua

kakak beradik

tersebut masih cukup kecil untuk

dapat mengelola peninggalan

harta ayahnya. Dipercaya

tempat tersebut berada di

negeri Antakya, Turki. Akhirnya Nabi Musa as. sadar

hikmah dari setiap perbuatan

yang telah dikerjakan Nabi Khidir.

Akhirya mengerti pula Nabi Musa

dan merasa amat bersyukur

karena telah dipertemukan oleh Allah dengan seorang hamba

Allah yang shalih yang dapat

mengajarkan kepadanya ilmu

yang tidak dapat dituntut atau

dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu

ini diberikan oleh Allah SWT kepada siapa saja yang

dikehendaki-Nya. Nabi Khidir yang

bertindak sebagai seorang guru banyak memberikan nasihat dan

menyampaikan ilmu seperti yang diminta oleh Nabi Musa dan Nabi

Musa menerima nasihat tersebut

dengan penuh rasa gembira. Saat mereka didalam perahu

yang ditumpangi, datanglah

seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu

meneguk air dengan paruhnya,

lalu Nabi Khidir berkata, “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding

dengan ilmu Allah, Ilmu Allah tidak

akan pernah berkurang seperti

air laut ini karena diteguk sedikit

airnya oleh burung ini.” Sebelum berpisah, Khidir

berpesan kepada Musa: “Jadilah kamu seorang yang tersenyum

dan bukannya orang yang

tertawa. Teruskanlah berdakwah

dan janganlah berjalan tanpa

tujuan. Janganlah pula apabila

kamu melakukan kekhilafan, berputus asa dengan kekhilafan

yang telah dilakukan itu.

Menangislah disebabkan

kekhilafan yang kamu lakukan,

wahai Ibnu `Imran.” Hikmah kisah Khidir Dari kisah Khidir ini kita dapat

mengambil pelajaran penting.

Diantaranya adalah Ilmu

merupakan karunia Allah SWT,

tidak ada seorang manusia pun

yang boleh mengklaim bahwa dirinya lebih berilmu dibanding

yang lainnya. Hal ini dikarenakan

ada ilmu yang merupakan

anugrah dari Allah SWT yang

diberikan kepada seseorang

tanpa harus mempelajarinya (Ilmu Ladunni, yaitu ilmu yang

dikhususkan bagi hamba-hamba

Allah yang shalih dan terpilih) Hikmah yang kedua adalah kita

perlu bersabar dan tidak

terburu-buru untuk

mendapatkan kebijaksanaan dari

setiap peristiwa yang dialami.

Hikmah ketiga adalah setiap murid harus memelihara adab

dengan gurunya. Setiap murid

harus bersedia mendengar

penjelasan seorang guru dari

awal hingga akhir sebelum

nantinya dapat bertindak diluar perintah dari guru. Kisah Nabi

Khidir ini juga menunjukan bahwa Islam memberikan kedudukan yang

sangat istimewa kepada

guru.

7,337 views
0 faves
1 comment
Uploaded on December 26, 2010
Taken on December 26, 2010