anwarsiak***sibuk***
Panjat Pinang
Panjat pinang ternyata sudah eksis sejak zaman Belanda. Fakta-fakta di Museum Tropen, Belanda, menunjukkan bahwa pada tahun 1917 hingga 1930-an banyak foto tentang permainan ini.
Awalnya, permainan panjat pinang untuk memperebutkan benda-benda yang bergantung di atasnya seperti pakaian dan barang mewah lain. Warga Bumiputera atau pribumi saling berebut. Namun dalam proses perebutan itu banyak yang jatuh karena tiang yang harus dipanjat dibuat licin.
Pameran kemiskinan ini sedemikian menghibur elite Belanda, sehingga dimodifikasi oleh industri televisi kita. Budayawan Prie GS dalam bukunya Hidup Bukan Hanya Urusan Perut menyebutkan bahwa kemiskinan ternyata juga sesuatu yang menghibur.
Warga pribumi yang kalap akan bertindak di luar akal. Mereka rela saling injak, saling sikut, agar bisa memenangkan hadiah yang digantung. Perilaku itu oleh kaum elite seperti orang Eropa dianggap sangat menghibur karena hadiah itu sebenarnya sangat remeh.
Budayawan Djawahir Muhammad melihat bahwa panjat pinang sudah bergeser maknanya. Dari awalnya sebagai hiburan kaum elite Belanda, kini didefinisikan ulang oleh kaum pribumi dengan semangat bergotong-royong.
"Ketika bergotong-royong saling membantu, ternyata hadiah bisa dibagi. Itu yang kemudian ditangkap dan dijiwai para kaum pribumi," kata Djawahir, Jumat (18/8/2017).
Kemampuan bangsa Indonesia memodifikasi sesuatu tak bisa diragukan. Akan halnya bahwa panjat pinang selalu menjadi momentum puncak kemeriahan perayaan kemerdekaan, menurut Djawahir Muhammad disebabkan karena perasaan senasib saja. Deraan kemiskinan dan ketidakmampuan melawan ketidakadilan, terakumulasi dan terkekspresikan melalui panjat pinang.
"Di sana ada gotong royong, ada yang memaki, ada yang memuji, semua larut dalam kegembiraan. Itulah etalase egalitarian yang sebenarnya," kata Djawahir.
(Liputan6)
Panjat Pinang
Panjat pinang ternyata sudah eksis sejak zaman Belanda. Fakta-fakta di Museum Tropen, Belanda, menunjukkan bahwa pada tahun 1917 hingga 1930-an banyak foto tentang permainan ini.
Awalnya, permainan panjat pinang untuk memperebutkan benda-benda yang bergantung di atasnya seperti pakaian dan barang mewah lain. Warga Bumiputera atau pribumi saling berebut. Namun dalam proses perebutan itu banyak yang jatuh karena tiang yang harus dipanjat dibuat licin.
Pameran kemiskinan ini sedemikian menghibur elite Belanda, sehingga dimodifikasi oleh industri televisi kita. Budayawan Prie GS dalam bukunya Hidup Bukan Hanya Urusan Perut menyebutkan bahwa kemiskinan ternyata juga sesuatu yang menghibur.
Warga pribumi yang kalap akan bertindak di luar akal. Mereka rela saling injak, saling sikut, agar bisa memenangkan hadiah yang digantung. Perilaku itu oleh kaum elite seperti orang Eropa dianggap sangat menghibur karena hadiah itu sebenarnya sangat remeh.
Budayawan Djawahir Muhammad melihat bahwa panjat pinang sudah bergeser maknanya. Dari awalnya sebagai hiburan kaum elite Belanda, kini didefinisikan ulang oleh kaum pribumi dengan semangat bergotong-royong.
"Ketika bergotong-royong saling membantu, ternyata hadiah bisa dibagi. Itu yang kemudian ditangkap dan dijiwai para kaum pribumi," kata Djawahir, Jumat (18/8/2017).
Kemampuan bangsa Indonesia memodifikasi sesuatu tak bisa diragukan. Akan halnya bahwa panjat pinang selalu menjadi momentum puncak kemeriahan perayaan kemerdekaan, menurut Djawahir Muhammad disebabkan karena perasaan senasib saja. Deraan kemiskinan dan ketidakmampuan melawan ketidakadilan, terakumulasi dan terkekspresikan melalui panjat pinang.
"Di sana ada gotong royong, ada yang memaki, ada yang memuji, semua larut dalam kegembiraan. Itulah etalase egalitarian yang sebenarnya," kata Djawahir.
(Liputan6)