Back to photostream

nostalgia kampoeng laweyan

”Assalamualaikum......” salam diseberang sana menyapaku ramah,

”Wa’alaikum salam, apa kabar Ham? Lagi di mana?”

”Alhamdulillah, lagi makan siang ning omah ki... bareng istri”

”wah, enak betul kamu gak ngantor ya?”

”ngantor si.. tapi kan bisa makan siang di rumah, he...he... btw kok tumben telpon fidz”

”aku lagi di solo ki, pulang kampung critane.. kapan kamu ada waktu ham, ketemuan yok.. ”

”sore ini kayaknya aku gak begitu crowded deh, ntar aku ke kantor bentar nge-claim bon habis itu kayaknya free, piye?”

”sipp, aku boring ki mulih gak ono kancane, iso ketemuan ning ndi?”

”di solo square ada pameran fotografi lho... kayake kamu bakalan suka deh piye yen mengko janjian disana?”

”o...ya....? wah asik tu, yo wis kutunggu di sana ya, kabarin yen wis tekan”

“ok cu there, wassalamualaikum”

“wa’alaikum salam”

Tuuttt………

 

Segera kupacu sepeda motor menuju solo square, satu mall di kotaku yg akupun belum pernah kesana. Pandanganku langsung tertuju pada papan pengumuman, “pameran foto solo pos  lantai 2” dan ternyata sepi… Cuma ada dua orang pengunjung, ternyata memang di luar dugaanku, hanya ada puluhan foto yang dipajang, Tema pameran diangkat dari tragedy yang menimpa kota ini beberapa tahun silam di bulan yang sama. Reformasi menarik massa ke jalan, anarkisme yang diabadikan dalam kamera mengisi tiap bingkainya. Kuambil beberapa gambar dari kameraku dan tak sampai 15 menit aku sudah mulai bosan. Gramedia menjadi tujuanku berikutnya, karena kurasa menjadi tempat yang paling nyaman untuk menunggu. Lumayan dapet bacaan gratis.

Setengah jam berlalu akhirnya tiba juga sahabat yang kunanti. Ilham... sosok yang tampak lebih gemuk (padahal sebelumnya sudah gemuk) dengan senyum khasnya menjabat tanganku. Beberapa saat aku tersenyum melihatnya, dan gak banyak berubah masih ”jayus” grogian dan apa adanya, sedikit berubah mungkin pertama kita bertemu setelah dia menikah, ajakanku untuk mencari tempat yang nyaman untuk barbagi cerita langsung di”iya”kannya dengan embel2 ”aku yang traktir”. Obrolan yang nyaman bersama saudara seukhwah yang kini mulai jarang kurasakan. sesekali dia bertelefon dengan rekan kerjanya, jepret sini-situ, bercerita seputar pekerjaannya, dan juga keluarganya, menasehati, dan juga ”mengen2i” he...he..

Waktu ashar mengharuskan kami untuk meninggalkan tempat ini, kami melangkah menuju satu masjid di belakang solo square, berjama’ah bersamanya mengingatkan masa2 waktu kita masih belajar di jogja dulu bersama 5 teman kami lainya.

 

”bar iki rencana ning ndi ham?”

”yen kowe gelem aku iso ngancani sampe sebelum maghrib, kowe pengen ning ndi?”

“yang baru di solo opo yo? Aku wis suwe gak mubeng2 je”

“wis tau ning kampung laweyan, aku wingi liputan ning kono, ceritanya mengangkat kembali potensi kampung batik di solo?”

“wah boleh juga tuh, yok”

 

Kampung laweyan? Dulunya adalah tempat saudagar2 batik ternama di solo, sempat tertutup popularitasnya selama beberapa dasawarsa, belakangan pemda mengangkatnya kembali menjadi potensi wisata di solo, puluhan kios yang sekaligus rumah produksi berderet di setiap gank. plakat2, lampu hias, dan beberapa halte semakin mengajak kita kembali ke tempo dulu, mengundangku untuk mengambil beberapa gambar. Ilham yang notabene wartawan media cetak juga tertarik mengambil setiap moment. Perjalanan kami akhiri di sudut jembatan sambil bernostalgia dan bercerita ringan.

 

Note : Thanks ham, kapan ku balik solo lagi ntar ku hubungi ya

 

 

Kelezatan dunia ini tinggal tersisa 3 perkara: qiyamul layl, berjumpa dengan saudara seiman, dan sholat berjama’ah

Ibnul Munkadir (Tazkiyatun Nafs)

 

2,414 views
0 faves
0 comments
Uploaded on September 7, 2008
Taken on May 15, 2008